Cerita Hot : Petualangan Alfie Dengan Dr.Lala..Part 3.???
Pagi itu Lila terlihat sedang asyik mengemut penis hitam Alfi. Gadis
itu tampak begitu menikmati hal itu, dengan mata terpejam jemari
lentiknya mencengram bagian pangkal batang sementara mulutnya dipenuhi
sepertiga bagian batang termasuk ujungnya yang berkulup. Tak ada kocokan
sedikitpun, Lila hanya menghisap kuat sambil mempermainkan lidahnya di
sekitar leher penis bocah itu. Rasa manis dan gurih muncul dari mazi
Alfi yang selalu keluar setiap saat dari lubang pipisnya tanpa henti
Bila ia bosan mencucup ujung kulupnya yang runcing sesekali ia tarik
kulit penutup tersebut ke belakang hingga glans-nya yang bulat bagai
sebuah tomat itu nampak sudah memerah. Lalu kembali mengemutnya.
Clek..cek…clek..cek..
“Ouhhh…ka..kakkk” rintih Alfi. Ia tak tahu entah sampai kapan Lila
akan mengoralnya. Meski sudah lima belas menitan melakukan itu namun
gadis itu tak kunjung merasa puas. Alfi berusaha keras bertahan agar tak
berejakulasi di mulut Lila.
Plokk! Ketika akhirnya penis Alfi terlepas dari bibir Lila.
“Besar banget sih!…” gumamnya sambil meremas gemas benda yang pernah merobek selaput daranya itu.
Lila mengambil posisi berbaring menyamping sehingga tubuh Alfi
menghadap ke punggungnya. Lila ingin Alfi memeluknya dari belakang
sambil melakukan penetrasi. Sulit bagi seseorang pria melakukan posisi
percintaan seperti ini disebabkan pantat sang wanita akan mengganjal
tubuhnya sehingga penisnya tak dapat masuk secara maksimal ke dalam
vagina wanitanya. Apalagi bagi pria yang memiliki panjang kemaluan
standar-standar saja, bisa-bisa penisnya selalu terlepas saat melakukan
gerakan persetubuhan. Namun tidak bagi Alfi. Meski ujung penisnya tak
sampai menggapai mulut rahim Lila namun benda itu mampu menancap dengan
sempurna dalam posisi itu.
“Oughhhhhhh…sayanggggg” desah Lila ketika kejantanan Alfi telah
menyatu dengan kewanitaannya. Jemari Alfi meraih kedua payudara Lila dan
meremasnya lembut sambil mengayunkan pinggulnya mundur maju.
Alfi dapat bertahan lama dalam posisi itu karena ia tak terlalu
merasa nyaman. Penisnya tertekuk terlalu ekstrim. Kemungkinan penisnya
bakalan jadi melengkung bila terlalu sering bersetubuh dengan gaya ini.
Tapi Lila begitu menyukainya karena penis Alfi membentur G-spot secara
tepat. Bagi Lila ini adalah posisi favoritnya selain posisi doggy.
“ka..kakk sayang…renggangin sedikit dong pahanya, nanti Alfi keburu
kalah lagi” desah Alfi. Ia kelabakan menerima jepitan yang terlalu ketat
itu. Vagina Lila yang memang masih sangat rapat dan sempit itu semakin
sempit akibat kedua pahanya mengatup demikian.
“Se..gini?” ujar Lila sambil melakukan permintaan Alfi barusan.
“He.e” ujar Alfi mulai leluasa mengocok vagina kekasihnya itu.
Lima menit berselang Alfi merasakan penisnya diremas kuat-kuat oleh
otot-otot kemaluan gadisnya itu. Ia tahu Lila telah memperoleh
orgasmenya. Alfi harus bertahan dalam hisapan dasyat itu setidaknya
setengah menitan bila tak ingin kebobolan.
“Sayanggggg….kakak dapettt!” pekik Lila lirih.
“Sekarang giliranmu kekasih” ujar Lila sambil terletang. Ia tersenyum
melihat wajah Alfi sudah sedemikian pucatnya. Biasanya seorang wanita
tak ingin teman prianya terlalu cepat berejakulasi karena takut
percintaan mereka bakal terhenti setelah itu. Namun tidak demikian
dengan Lila, ia tahu Alfi mampu berejakulasi berulang kali tanpa membuat
penisnya menjadi lembik. Para wanita paling suka akan sensasi di saat
penis seorang pria berkedat-kedut memuncratkan sperma di dalam
vaginanya demikian halnya dengan Lila.
“Ohh..kakaaakkk” desah Alfi setelah dalam sekejap seluruh batang
kemaluannya sudah lenyap dilumat oleh vagina indah kekasihnya itu. Hanya
dalam hitungan detik ia pasti bakal runtuh oleh kemolekan Lila.
“Mun.cratttin sayanggg” pinta Lila tak sabar. Otot-otot kewanitaannya mengunci setiap gerakan penis Alfi.
“Arckkkkk…. Ka.kaaakkkk!!!” pekik Alfi. Penisnya berdenyut keras dan
dari ujung lubang pipisnya melejit lendir-lendir kental menghantam dasar
vagina Lila. Mata Alfi terpejam menikmati setiap denyut kenikmatan
tersebut hingga selesai.
Alfi menemui kenyataan bahwa Lila mampu mengimbangi hasratnya yang
menggebu-gebu di tempat tidur. Gadis ini ternyata mempunyai hasrat seks
yang besar bahkan jauh melebihi gadis-gadisnya yang lain. Menjelang jam
tiga pagi-pun Lila masih membelitkan kedua kakinya dipinggul Alfi. Sudah
lebih satu bulan ini sejak hubungan keduanya mendapat restu dari ibu
Lila.mereka bersetubuh tanpa mengenal waktu. Pagi siang malam. Ibu Lila
bukanlah orang yang kolot meski ia berasal dari generasi yang
mempertahankan kekolotan norma dan adat. Ia maklum putri sulungnya itu
baru mengecap keindahan menjadi makluk yang berpasangan. Wanita tua itu
tak pernah mengganggu kemesraan keduanya ataupun merasa keberatan
terhadap jadwal keseharian Lila yang berantakan. Mereka berdua hanya
terlihat keluar dari kamar jam sepuluh pagi buat makan siang dan jam
tiga dini hari buat makan malam. Selebihnya mereka habiskan bersama di
kamar tidur Lila. Namun hubungan asmara keduanya bukan sama sekali tak
memiliki rintangan. Lidya, adik Lila, sampai saat ini ia benar-benar tak
mengerti mengapa kakak perempuannya yang selama ini sangat ia banggakan
itu sampai melakukan prilaku yang sangat sulit diterima oleh akal
sehatnya. Betapa tidak, sang kakak yang tak hanya demikian cantik dan
berotak cemerlang bahkan memiliki karier yang sukses itu menjatuhkan
pilihan hatinya pada si Alfi bocah bertampang pas-pasan yang berkulit
hitam legam yang belum lagi genap berusia tujuh belas tahun. Bahkan
Lidya-pun sudah mengetahui dari ibunya jika saat ini Lila sudah hamil
tiga bulan mengandung benih anak itu. Jangankan memikirkan anak itu
menyetubuhi kakaknya, membayangkan ia telanjang saja Lidya sudah mau
muntah rasanya.
“Bu! Mengapa ibu sepertinya membiarkan hal ini terjadi pada keluarga
kita? Tidakkah pernahkah ibu berpikir bagaimana jika hal ini diketahui
oleh orang lain terutama keluarga kita?” tanya Lidya gusar.
“Jangan bicara terlalu keras dan kasar begitu nak, tak enak jika
terdengar oleh mereka” ujar ibunya mencoba menenangkan putri bungsunya
itu.
“Huh! Biar saja mereka tahu!”ujarnya bertambah kesal melihat ibunya
masih saja membela sang kakak yang jelas-jelas sangat mengecewakan
hatinya.
“Tak baik berkata kasar demikian apalagi sampai menyakiti hati orang
lain nak. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik. Ayo lebih baik kita
bicara di beranda biar tak terdengar oleh mereka” ajak ibunya lembut.
Dengan wajah masam Lidya mendahului ke teras lalu menghempaskan dirinya
di kursi.
“Lidya ingin ibu bertindak demi kehormatan keluarga kita”
“Sayang tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Mereka saling
mencintai mengapa ibu harus menghalangi mereka? Apalagi saat ini di
dalam rahim kakakmu sudah tumbuh calon cucu ibu yang juga merupakan
keponakanmu. Ibu justru bahagia kakakmu akhirnya mau membuka hatinya
bagi cinta yang datang“
“Tapi Bu…Lidya malu punya bakal ipar seperti itu. Bukankah ada banyak
pria tampan yang pernah kemari selama ini buat melamar kak Lila, lantas
mengapa harus memilih anak itu?”
“Sayangku, tahukah kamu bahwa rasa yang dinamakan cinta itu memang
aneh dan ajaib nak. Ia terkadang muncul tanpa mengenal perbedaan ras,
status social, agama, bahkan umur sekalipun. Jika ia telah menghinggapi
hati seorang pria atau wanita maka tak akan ada yang bisa
menghalanginya. Dan itu yang terjadi pada kakakmu Lila saat ini.”
“Ahhh walau bagaimanapun Lidya tak sudi punya ipar seperti itu!”
“Apa kamu lebih suka melihat kakakmu hidup merana sendiri tanpa cinta hingga akhir hayatnya?”
Pertanyaan terakhir sang bunda membuat Lidya tak mampu menjawab.
Jelas ia tak ingin hal itu terjadi pada Lila. Namun buat menerima
kenyataan bahwa ayah dari calon kemenakannya adalah si Alfi tetap sulit
ia terima. Untungnya Lila dan Alfi berangkat ke kota S siang itu. Lila
sempat menangkap ketidak sukaan Lidya selama beberapa hari terakhir
sejak Lidya mengetahui tentang hubungannya dengan Alfi. Namun ia maklum
akan sikap Lidya tersebut dan tak mau berlama-lama di kota H agar tak
semakin meruncingkan masalah.
****************************
Sesampai mereka di kota S, baik Lila maupun Alfi kembali melakukan
rutinitas kegiatan mereka masing-masing. Lila kembali praktek di
tempatnya bekerja sedangkan Alfi mulai masuk sekolah setelah beberapa
bulan sempat absent. Kemesraan mereka berlanjut di kota ini. Namun
setelah beberapa lama bersama Lila tak pernah lagi menyinggung
rencananya buat menikah. Hati kecil dan akal sehat Lila mengatakan jika
anak seusia Alfi belum mempunyai kesiapan mental buat melakukan
perkawinan. Hal itu tentunya akan membawa dampak yang besar bagi
perkembangan jiwanya. Ia justru kuatir lama-lama Alfi akan mulai terasa
terkukung oleh aturan sebuah rumah tangga dan akhirnya bukan tak mungkin
membawa dampak kejiwaan seperti stress. Untuk sementara waktu Lila
memutuskan membiarkan hubungan tanpa status itu terus berlanjut begitu
saja dulu sampai ia merasa Alfi akan siap buat itu. Lila mendapat jatah
didatangi Alfi setiap hari jumat dan sabtu. Ia harus rela berbagi dengan
yang lain. Kebetulan ia tak praktek hari itu sehingga ia puas mereguk
kenikmatan setelah Alfi pulang dari sekolah. Meski sudah memiliki jadwal
tetap namun seperti layaknya pasangan pengantin baru baik Lila maupun
Alfi sangat membutuhakan frekwensi hubungan intim yang tinggi. Mereka
terkadang mencuri-curi waktu bersama di luar jatah mereka. Hal itu
sering sekali mereka lakukan walau hanya satu jam-an di saat-saat Lila
pulang praktek sore.
“Fi kamu ngga usah jemput kakak, karena hari ini kakak ada rapat
rutin bersama pihak menagemen klinik sekaligus acara perkenalan bagi
seorang dokter baru” ujar Lila melalui ponsel-nya pada suatu hari.
“Iya kak, Alfi minta izin pulang sekolah mampir dulu ke toko buku dulu”
“he e tapi setelah itu jangan keluyuran kemana-mana ya Fi, kakak tunggu kamu di rumah pukul tiga”
“Iya kak daag” ujar Alfi menutup pembicaraan.
Saat Lila sedang menunggu Riri, perawatnya untuk merapikan ruang
prakteknya. Tiba-tiba terdengar suara riuh para perawat di luar, meski
hanya sejenak namun cukup mengundang rasa ingin tahu Lila. Tak lama
barulah kemudian nampak Riri muncul.
“Apa yang terjadi diluar? Kenapa para perawat berteriak-teriak histeris begitu?”Tanya Lila
“Itu…dok..dokter yang baru itu…eng..anu”
“Kenapa?” Tanya Lila melirik ke arah perawatnya yang ganjen itu.
“Loh bu dokter belum tahu toh kalau dokter yang baru itu cowok dan orangnya cakep sekali mirip sama Vic Zhow.”
“Siapa itu Vic Zhow?”
“itu loh bintang dorama Taiwan, masa bu dokter juga ngga tahu? Aduhhhh…dengkul saya sampai gemetaran menatap senyumannya bu”
Lila menghela napas sambil mengeleng-gelengkan kepala melihat keliaran para suster di sana.
“Ri, Ingat kalian sedang bekerja di sebuah klinik kesehatan yang
melayani masyarakat umum. Ulah kalian barusan bisa merusak reputasi
klinik kita dan kalau sampai hal ini terdengar oleh pihak managemen
kalian bisa dapat masalah” ujar Lila memperingatkan suster Riri.
“Iya dok, maaf” ujar Riri mesem-mesem mendengar teguran Lila sambil buru-buru membereskan peralatan medis Lila.
Sesampai ia di ruang meeting, ternyata yang lain sudah pada hadir
termasuk bu Helen pemilik klinik itu. Wanita tua namun anggun itu
semeringgah melihat kedatangan Lila.
“Ahh…ini dia Lila, dokter kebanggaan kami, La perkenalkan ini..” ujar Bu Helen sambil menarik tangan seorang pemuda ke arah Lila
“Robert?” ujar Lila lebih dulu sebelum bu Helen menyelesaikan
kata-katanya. Ia agak kaget bertemu dengan Robert. Ternyata pemuda ini
dokter baru yang membuat heboh para perawat tadi.
“Hi, La, apa kabar?” ujar pemuda tampan itu sopan sambil menjulurkan
tangan kepada gadis yang dulu pernah menolak cintanya mentah-mentah.
“Uh..Baik, bagaimana denganmu?” jawab Lila menjabat tangan Robert.
Namun ia menghindari pandangan pemuda itu. Ia sedikit tak enak karena ia
pernah berlaku ‘kasar’ saat pemuda ini dikenalkan oleh ibunya beberapa
bulan yang lalu.
“Baik La” jawab Robert.
Sejenak mereka berdua tak tahu harus berkata apa-apa.Untunglah di sana ada bu Helen.
“Wah..kalian sudang saling mengenal rupanya. Baiklah meski begitu,
namun aku harus tetap mengenalkan Robert pada yang lain” ujar Bu Helen.
Ternyata Robert adalah keponakan bu Helen. Bu Helen sendiri adalah
seorang pengusaha wanita yang mempunyai naluri bisnis yang tajam. klinik
ini ia bangun bersama suaminya sejak tiga puluh tahun yang lalu itu.
Dan sekarang klinik kecil tersebut telah menjadi sebuah klinik besar dan
terkenal yang memiliki kreabilitas yang baik di mata masyarakat serta
banyak merekrut dokter-dokter terbaik di kota ini.
Namun sayangnya Helen tak memiliki calon penerus lain kecuali anak
dari adiknya ini hal itu juga yang membuat Helen sempat menunda buat
meningkatkan status kliniknya menjadi sebuah rumah sakit. Hanya Robert
satu-satunya lelaki yang tersisa pada keluarga mereka. Helen dan adiknya
sempat kuatir jika Robert tak mau kembali ke tanah air setelah
menyelesaikan study-nya di Canada dan tinggal selamanya di tanah air.
Apalagi dulu pemuda itu sempat menjalin hubungan yang serius dengan
seorang gadis asing teman satu collage-nya di sana. Namun kekuatiran
mereka tak terbukti. Meski Ia terlahir sebagai blasteran karena ayahnya
warga negara Canada namun akhirnya ia lebih memilih untuk tinggal
bersama ibunya di sini.
Robert adalah seorang dokter lulusan terbaik di universitasnya
bahkan program spesialisnya ia tamatkan dengan cepat pula. Prestasi
medisnyapun sangat baik meski baru berjalan beberapa tahun namun sudah
menarik banyak minat para pemilik klinik maupun rumah sakit besar buat
merekrutnya. Tak salah jika Riri mengibaratkan ketampanannya seperti Vic
Zhow. Percampuran darah Chinese ibunya dengan wajah dan fostur bule
ayahnya menjadikannya memiliki wajah oreantal yang rupawan dan fostur
tubuh ideal sehigga ia digilai oleh banyak gadis. Ia sempat dikenalkan
dengan Lila karena ibunya merupakan teman lama ibu Lila. Namun
penjajakan yang ia lakukan tak berjalan mulus karena sifat Lila yang
sangat kaku dan tertutup tempo hari. Bahkan dua kali mampir ke rumah
Lila ia tak di suguhi Lila air minum layaknya melayani seorang tamu.
Meski Lila tak membalas perhatiannya dan memperlakukannya dengan buruk,
Robert tak merasa sakit hati terhadap Lila bahkan ia tetap mencari
peluang buat mendekati gadis itu. Ia menduga pasti ada sesuatu yang
menyebabkan Lila bersikap demikian yang tak hanya kepada dirinya
melainkan ke seluruh pemuda yang mencoba mendekatinya. Robert mengagumi
Lila. Gadis ini berbeda dengan gadis lain yang pernah ia kenal.
Kecantikan Lila membuat hatinya tertambat erat dan sulit untuk
dilupakan. Ia lalu banyak mencari tahu tentang diri gadis itu termasuk
hal-hal yang berhubungan dengan gadis itu. Sungguh kebetulan Lila
bekerja di klinik milik tantenya sendiri yaitu bu Helen. Sehingga ia
mempunyai jalan buat berdekatan dengan gadis pujaannya itu. Memang sudah
sejak lama tantenya berharap Robert mengantikannya buat menjalankan
roda bisnis milik keluarganya itu. Helen sendiri sempat terkejut namun
bahagia saat satu-satunya harapan keluarga mereka itu secara mendadak
mau bekerja di Kliniknya. padahal sebelum ini ia dan ibu Robert sudah
kehabisan akal membujuknya dikarenakan jiwa muda Robert yang masih
menggelora dan ingin bebas bertualang ke tempat-tempat eksotis di
seluruh pelosok negeri ini. Tentu saja Helen tak tahu jika hal itu
terjadi karena adanya Lila di tempat tersebut.
*************************
Alfi duduk di kursi tunggu sambil memegang kantung belanjaannya. Ia
sempat membeli tiga bungkus nasi soto sebelum ia ke klinik tadi. Pasien
terakhir Lila sudah masuk sejak tadi dan kemungkinan tak lama lagi Lila
bakalan selesai menanganinya. Sebenarnya malam ini bukan jadwal baginya
‘mendatangi’ Lila. Sehubungan Sandra dan Didiet berangkat ke kota G maka
Lila mendapatkan jatah lebih pada minggu ini. Suasana klinik semakin
sepi. Satu persatu para dokter dan perawat pulang hingga hanya tersisa
ruangan Lila yang masih aktif melayani pasien. Alfi terperangah saat
melihat sesosok tubuh gagah yang berjalan menuruni anak tangga dan
melintasi di mana ia duduk. Wuihh..Tampan sekali pikir Alfi. Andai saja
ia punya penampilan fisik seperti orang itu. Baru kali ini ia melihat
sesosok figure lelaki yang membuatnya sangat terkagum-kagum. Orang itu
menghentikan langkahnya di depan pintu ruang praktek Lila. Lalu menoleh
ke arahnya sambil tersenyum.
“Hai..kamu pasti Alfi kan?” sapa pemuda itu.
“Loh kok kakak bisa mengenal namaku?” Tanya Alfi heran
“O..aku tahu itu dari suster Riri. Oya kenalkan namaku…Robert atau panggil saja Robbie” ujar Robert menjulurkan tangan.
Tentu saja Alfi cukup tahu siapa Robert.sebelumnya. Alfi menyambut
dan hendak menjabatnya. Namun ia terkejut saat dengan sigap Robert
merubah cara menjabatnya dengan cara yang tak biasa. Robert menyodorkan
tangannya yang terkepal sehingga Alfi juga harus melakukan hal yang sama
dan mengadu kepalannya dengan Robert. Lalu diikuti gerakan-gerakan
lain. Alfi pernah melihat cara bersalaman gaul ala anak-anak kulit hitam
seperti ini di film-film.
“He he rupanya kamu juga tahu banyak cara ini Fi” ujar Robert tertawa. Lalu duduk di samping Alfi.
“Iya kak, Alfi sering lihat di televisi”
“Eh..Fi apa kak Lila-mu masih meladeni pasien?” ujar Robert menyengol perut Alfi dengan sikunya.
“Itu yang terakhir kak” jawab Alfi. Secara naluriah ia menduga Robert
pasti ada hati terhadap Lila. Namun anehnya tak terbesit rasa cemburu
sedikit pun pada hati Alfi mengetahui hal tersebut. Hanya saja ia
pesimis Lila akan mau menanggapi perhatian pemuda itu.
“Eh apa itu yang kau bawa?”
“Uh..cuma nasi soto kak, kupikir kak Lila belum makan malam jadi Alfi bawakan untuknya”
“Kelihatannya enak sekali”ujar pemuda itu seakan berselera sekali.
“Apakah kakak mau kebetulan Alfi bawa lebih”
“Apabila kau tak keberatan Fi, soalnya aku juga belum makan malam”
“Tentu saja. Silakan kakak ambil satu” ujar Alfi menyodorkan satu buah bungkusan soto lengkap bersama nasi kepada Robert.
“Terima kasih Fi, ha ha, berarti malam ini aku bisa tidur tanpa perut kroncongan”
“Loh apakah kakak tidak ada yang memasakan di rumah?” Tanya Alfi
heran karena menilai Robert terlalu sembarangan buat ukuran seorang
dokter dengan membiarkan perut terlambat buat di isi. Apalagi
sampai-sampai sering tidur dengan perut kosong.
“Itu dia masalahnya Fi. Kakak tinggal sendirian di sebuah Apartement.
Sehubungan aku selalu pulang jam segini jadi aku agak sungkan makan
sendirian di luar. Yah..begitulah nasib seorang bujangan yang ngga
laku-laku ha ha”
“Ah masa iya ngga laku-laku kak, kakak kan sangat gagah dan tampan”
“Haihh Fi andai saja kak Lila-mu berpendapat demikian…..” ujar Robert wajahnya terlihat berubah agak murung.
“Eng..kakak suka sama kak Lila?” tanya Alfi tanpa ragu-ragu. Entah
mengapa Alfi terasa cepat sekali akrab dengan pemuda ini padahal ia baru
saja mengenalnya. Sikapnya yang begitu santun dan gaul cepat mengundang
rasa simpatik Alfi padanya. Bahkan ia terlihat tak risih meladeninya
ngobrol mengingat perbedaan tak hanya usia namun tingkat pemikiran di
antara mereka yang begitu mencolok. Tidak seperti Erik yang langsung
memandang rendah dirinya saat pertama kali bertemu dengannya dulu.
“Siapa sih yang tak tertarik padanya Fi? Lila itu kan cantik dan pandai”
“Lantas mengapa kakak tak segera mendekatinya?”
“Fi .. Lila itu ibarat sekuntum bunga indah yang tumbuh di atas
sebuah gunung terjal dan penuh dengan rintangan. Buat mendapatkannya
perlu usaha dan niat yang sangat keras. Aku tak tahu apakah aku mampu
mengatasi rintangan itu”
Alfi merasa Robert merupakan sosok sangat sepadan buat bersanding
dengan Lila ketimbang dirinya sendiri. Ia sadar ajakan Lila buat menikah
hanya akan menambah penderitaan bagi Lila saja. Tentu saja Lila akan
mendapatkan cemoohan dari banyak orang di sekitar mereka. Bahkan
bukannya tak mungkin kariernya juga ikut hancur perlahan. Dan Alfi tak
ingin hal itu terjadi pada Lila. Hanya saja ia menyayangkan dirinya
telah terlanjur menodai Lila dan membuatnya hamil. Entah apakah ada
seorang pria yang masih mau menerima keadaan Lila seperti apa adanya.
“Loh kok melamun Fi?”
“Eh a uh tidak apa-apa kak”
“Oya Fi kakak pulang lebih dulu, sampaikan salam buat kak Lila ya”
“Loh ngga ketemu kak Lila dulu kak?”
“Ha ha…ngga deh! entar dia bosan karena melihat tampangku seharian.
Terima kasih sekali lagi buat soto-nya Fi” ujar pemuda itu berlalu
sambil melambaikan tangan.
***********************
Tak berapa lama kemudian Alfi melihat pasien terakhir Lila sudah
pergi meninggalkan ruang praktek. Ia pun lalu masuk ke dalam dimana
nampak Lila dibantu Riri sedang membereskan semua peralatan kerjanya.
Lila kaget bercampur senang melihat kekasihnya itu datang. Hampir saja
ia beraksi berlebihan namun untung saja ia segera teringat jika di situ
ada Riri.
“Hi Fi, tumben jemput hari kamis?” sapa Riri padanya. Dulu Riri
sering melihat anak ini ikut bersama Sandra atau Niken datang kesana.
Namun ia hanya tahu hubungan Alfi dengan wanita-wanita cantik itu
sebagai anak asuh mereka. Bahkan akhir-akhir ini ia sering melihat Alfi
menjemput dan menemani Lila pulang seusai praktek malam.
“Iya kak. Ini Alfi bawakan soto buat makan malam kakak berdua”
“Wah kebetulan saya dan bu dokter belum sempat makan karena sibuk melayani pasien sejak sore”
“Ri jatahku ngga usah di buka, biar saya makannya di rumah saja sekalian”
“Iya nih bu saya juga makannya di rumah saja soalnya teman saya sudah menunggu sejak tadi”
“teman apa pacar?”
“hi hi pacar bu”
“Ya sudah. jika tak ada lagi pekerjaan kamu boleh pulang duluan.” ujar Lila pada Riri.
“Ya bu”
Setelah menyelesaikan tugasnya akhirnya Riri-pun pamit pulang pada
mereka berdua. Alfi di tugasi Lila buat mengunci pintu depan klinik
karena hanya tinggal mereka berdua di sana dan biasanya mereka terakhir
keluar lewat pintu belakang. Lalu ia kembali ke dalam ruang praktek
Lila.
“Fi sudah kamu kunci pintu depannya?”
“Sudah kak, baiknya kakak makan saja dulu biar ngga sakit”
“Aku ngga mau makan soto. aku maunya itumu” ujar gadis itu genit menunjuk ke arah selangkangan Alfi.
“Sekarang? Di sini?” Tanya Alfi bengong. Lila mengangguk. Lila
terlihat tak sabaran padahal baru tiga hari yang lalu mereka bersama.
“He e kakak mau kamu entot sampai pagi tapi sebelum pulang kakak pingin banget minum itu”pinta Lila manja.
“Baik kak”
“Naik sini” ujar Lila menepuk kasur yang seding dipakainya memeriksa pasien.
Alfi membuka reutleting dan menurunkan celananya hingga lutut lalu duduk dipinggir ranjang.
Lila menarik kursi dan duduk dihadapan selangkangan Alfi. Tanpa harus
membuka celana dalam anak itu terlebih dahulu, cukup dengan
mengeluarkan penis Alfi dari samping sehingga ia dapat mengeksploitasi
benda berkulup berukuran raksasa itu.
“Hei kamu yang sudah buat aku hamil sebentar lagi kasih cairan
cintamu padaku “ ujar Lila berkata-kata pada penis anak itu seakan benda
itu dapat di ajak berbicara. Alfi tersenyum geli melihat tingkah laku
Lila yang selalu gemas pada daging di dalam genggamannya itu.
Clek..clep…clep..clep…tanpa membuang waktu ia menghisap benda yang
sangat ia rindukan selama berhari-hari itu. Alfi membelai rambut
gadisnya membiarkan Lila menikmati ‘makan malamnya’. Tak butuh waktu
lama buat penis Alfi memancarkan cairan-cairan kental berprotein tinggi
itu ke dalam mulut Lila.
“Uhhhhh….kakk…” rintih Alfi dalam kenikmatan. Tak setetespun benih
cintanya yang tertumpah semuanya ditelan oleh Lila dengan lahap..
Keduanya begitu larut dalam gairah sehingga lupa akan situasi dan
kondisi dan tak memperhatikan kehadiran seseorang yang sejak tadi
mengintip dari balik pintu.
Tiba-tiba terdengar suara pintu berderit. Lila agak kaget dan baru
menyadari kalau ternyata ia tadi lupa mengunci pintu ruang prakteknya.
Lalu ia bergegas melepas penis Alfi dan segera berlari ke arah pintu
tersebut. Uhh… Tak ada seorangpun di luar sana, hanya terlihat lorong
kosong. Untung saja tak ada orang lain lagi selain mereka berdua di
klinik itu. Mungkin pintu tadi berderit karena tertiup oleh angin bukan
di sebabkan oleh seseorang yang mendadak menyelonong masuk pikir Lila.
Hanya Lila yang di serahi kunci Klinik ini selain Robert dan bu Helen.
Itu karena Lila selalu paling akhir selesai praktek. Bahkan satpampun
tak dapat masuk ke dalam. Mereka hanya berjaga di bagian depan luar
Klinik.
“Fi kita terusin di rumah aja ya?”
“Iya kak, Alfi juga kuatir kalau-kalau ada orang yang memergoki kita”
kata Alfi sambil merapikan celananya. Lila segera mengunci ruangannya
dan keluar bersama Alfi melalui pintu depan sekaligus menguncinya dari
luar.
****************************
Hari senin terjadi kehebohan baru di klinik tempat Lila praktek. Saat
baru tiba sore itu buat praktek ia menjadi binggung melihat sikap
orang-orang di sana yang bertingkah tak seperti hari-hari sebelumnya.
Pak Satpam bertindak menjadi lebih hormat dan tergesa-gesa membantu
membukakan pintu baginya. Beberapa perawat berbisik-bisik melihat ia
datang. Secara naluri Lila tahu dirinya yang menjadi bahan pembicaraan
mereka.
Bahkan Riri-pun selalu tersenyum-senyum selama di ruang praktek.
“Ri..”
“Iya bu ada apa?”
“Apakah ada yang aneh pada penampilanku diriku hari ini? mengapa
semua orang di klinik bertingkah aneh saat melihatku? termasuk kamu”
“A..nuu…ngga ada apa-apa kok bu”
“Kamu jangan bohong padaku Ri. Katakan saja padaku ada apa sebenarnya”
“Eng..Itu bu…kami semua di sini hanya kaget ketika mengetahui kalau ibuu…”ujar Riri terlihat ragu-ragu meneruskan perkataannya.
“Ya?”
“Akan menikah dengan pak Robert dalam waktu dekat”
“A…pa?! Ri si..apaa yang bilang begitu?!” ujar Lila kaget.
“Maaf bu. O..rang-orang bagian administrasi yang bilang. Me..rekaa
katanya tahu dari pak Robert sendiri” ujar Riri kuatir melihat perubahan
pada wajah Lila yang terlihat gusar.
Apa-apaan ini. Brengsek betul si Robert berani-beraninya bikin gossip
murahan mentang-mentang ia keponakan bu Helen pemilik tempat ini ujar
Lila dalam hati. Lila bergegas keluar dari ruangan prakteknya lalu naik
ke lantai dua menuju ke ruang Direksi. Ia tambah kesal saat melintas
beberapa staf di sana mengangguk memberi hormat kepadanya.
Bruak!! Lila mendorong pintu ruangan Robert dan melihat Robert saat itu sedang sibuk dengan setumpuk kertas.
“La? duduk dulu ya, aku minta waktu satu menit buat menyelesaikan ini”
“Tak usah banyak basa-basi!. Sebaiknya kau jelaskan secara jelas dan
singkat karena aku tak ada waktu berlama-lama meladenimu. Aku kemari
hanya ingin menanyakan maksudmu telah menyebarkan isyu bahwa kita akan
segera menikah!”
“Sabar La. sebaiknya kau duduk dulu. Aku akan menjelaskan semuanya padamu”
Ujar Robert setelah mengambil napas ia lalu melanjutkan kalimatnya dengan hati-hati.
“La, ….Aku sudah mengetahui hubunganmu dengan anak itu. bahkan perihal kehamilanmu”
“Hu..bungann a..paa? Kau jangan berpikiran gila!” ujar Lila kaget
sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia sungguh tak mengetahui
pasti apa maksud perkataan Robert barusan. Ia berharap Robert hanya
menduga-duga dan berniat mempergunakan kalimat pancingan terhadapnya.
“La hari itu….secara tak sengaja aku telah melihat kalian…, Apabila
handphone ku tak tertinggal di ruang kerjaku mungkin aku tak sampai
mengetahui hal tersebut dan beruntungnya hanya aku yang di serahi kunci
belakang klinik ini sehingga tak ada kemungkinan orang lain yang
memergoki kalian”
Wajah Lila memerah bak kepiting rebus. Sungguh tak terkira malunya.
Entah bagaimana caranya rasanya ia ingin dirinya lenyap ditelan bumi
saat itu juga. Tak di sangka pemuda yang pernah ia tolak mentah-mentah
itu justru menyaksikan kecabulan yang ia lakukan dengan Alfi. Sungguh ia
menyesal mengapa ia begitu ceroboh dan tak dapat mengendalikan hawa
napsunya malam itu.
Pastilah Robert menganggapnya seorang wanita tak bermoral, munafik,
cabul, hyperseks, pedophile, dan istilah buruk sejenis lainnya.
“Lantas apa maumu sekarang setelah kau sudah mengetahui semuanya?
Sebagai calon pewaris perusahaan ini apakah kau kuatir nama baik Klinik
ini bakal tercemar? Jika itu yang kau takutkan, baiklah! Hari ini juga
aku akan mengajukan surat pengunduran diriku” ujar Lila ketus.
“Sabar dulu La, Aku tak menginginkan kau berhenti. Klinik ini sangat
membutuhkan dirimu. Bukankah kariermu juga menjadi sangat baik selama
berada di klinik ini. Lantas mengapa kita harus memutuskan hubungan
kerja yang sudah terjalin baik selama ini?”
“Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa maumu sebenarnya Bert!”
“Aku ingin kau menikah denganku La”
“Apakah kau tak mengerti juga jika aku tak tertarik padamu apalagi sampai menikah”
“Sampai kapan kau akan merahasiakan kehamilanmu itu. Cepat atau
lambat semua orang akan dapat melihat perutmu yang semakin membuncit
tanpa dapat ditutupi oleh bajumu lagi. Menikah denganku adalah solusi
yang tepat bagimu” ujar Robert.
Aneh! Pikir Lila mengapa Robert tetap menginginkan dirinya padahal
ia tahu tentang hubungannya dengan Alfi dan juga mengenai kehamilannya.
“Jangan kau pikir dengan demikian kau bisa memaksaku menjadi milikmu
sehingga kau dapat melampiasan nafsu-terpendammu padaku. Aku lebih baik
mati!”
“La…Lila .mengapa setiap kalimatku kau tanggapi dengan prasangka
buruk? Aku tak pernah memaksamu. Aku justru ingin membantu mencarikan
solusi bagi masalahmu. Maafkan jika aku telah membuatmu merasa tidak
nyaman selama ini. Aku hanya ingin menunjukkan perhatianku padamu. Hanya
itu La.”
Lila baru sadar jika ia memang tak melihat Robert berusaha
memojokannya ataupun terlihat melecehkannya sejak tadi. Bahkan perkataan
pemuda itu benar semuanya. Memang justru ia sendiri yang bertindak
terlalu berlebihan.
tak pernah memberi kesempatan buat Robert
“Ta..pii aku tetap tak mau menjadi istrimu” ujar Lila dengan suara tak lagi meninggi.
“Apakah kau memiliki solusi lain La?”
Lila diam. Ia tercenung memikirkan omongan Robert. Ia sadar kariernya
sudah di ambang kehancuran bila orang-orang mengetahui ia hamil tanpa
suami. Namun sebagai seorang wanita yang dikenal keras hati memiliki
prinsip hidup tentu saja ia tak dapat menerima kenyataan ada orang lain
yang mengetahui rahasia pribadinya. Apalagi ini bukan perkara biasa. Ini
menyangkut moral dan kreadibilitas dirinya.
“Sebaiknya kau pikirkan saja urusanmu sendiri. Aku tak butuh
bantuanmu!” ujar Lila dengan suara kembali meninggi. Lalu ia membalikan
tubuhnya dan berjalan ke arah pintu.
“La, tunggu !Pikirkan dulu saranku barusan!” ujar Robert berusaha
mencegah Lila pergi namun sia-sia saja tanpa menoleh lagi gadis itu
meninggalkan dirinya sendirian di ruangan itu.
Robert sengaja tak berusaha menyusul Lila karena ia maklum akan
perasaan gadis itu saat ini. Benar saja, keesokan harinya Robert
mendapati sepucuk surat pengunduran diri dari Lila di atas meja Helen.
Beruntung saat itu bibinya belum tiba di kantor maka Robert dengan
segera memusnakan surat tersebut.
*******************
Sejak dua hari Lila tak lagi datang ke Klinik. Ia memutuskan
menghentikan semua kegiatannya sebagai dokter untuk menenangkan dulu
pikiran dan perasaannya. Saat duduk diberanda rumah. Seorang tukang pos
datang mengantar sebuah Amplop berukuran sedang yang ternyata berasal
dari Robert dan ditujukan pada dirinya. Lila membuka amplop tersebut.
Ternyata isinya adalah sebuah kepingan CD dan sepucuk surat. Lila
mengambil surat lalu membaca tulisan disana.
“La hanya padamu kupercayakan rahasia hidupku. Setelah
kau melihat isi CD yang kukirimkan padamu ini kumohon simpanlah dengan
hati-hati agar tak jatuh ketangan orang lain, terimakasih, Robbie”
Lila tak mengerti apa maksud Robert mengirim CD tersebut padanya
namun hatinya penasaran ingin melihat isinya. Bukankah di surat Robert
menyebut-nyebut soal ‘rahasia’. Lila bangkit dari duduknya dan berjalan
menuju ke dalam kamarnya sambil menghidupkan laptopnya. Lalu ia
memasukan kepingan CD tersebut kedalam CD-Rom. Lalu muncul sebuah nama
File video pada layar berjudul “Special day with Bianca (18-6-2005).AVI.
Empat tahun yang lalu, ternyata sebuah rekaman video ‘jadul’. Jemari
Lila menyentuh tombol enter pada keyboard. Lalu layar computer
menampilkan Windowmediaplayer dengan layar hitam. Tak lama kemudian
barulah ada sebuah adegan sebuah tempat tidur pada kamar namun tak
terlihat seorangpun di sana. Lila mengira video ini di ambil pada sebuah
kamar hotel atau penginapan sejenis itu. Setelah beberapa menit
terdengar suara cekikikan tawa seorang wanita. Lalu adegan selanjutnya
sudah dapat ditebak oleh Lila. Kini di layar telah nampak seorang wanita
berwajah cantik khas asia bersama seorang lelaki. Meski sedikit berbeda
dengan penampilannya sekarang karena terlihat agak lebih muda usianya
namun Lila dapat mengenali siapa lelaki tersebut yang tak lain adalah
…Robert! Robert menjulurkan tangannya ke arah kamera yang terletak tak
jauh di samping tempat tidur. Sepertinya ia ingin mendapatkan engle yang
tepat agar semua adegan di atas ranjang itu betul-betul terekam dengan
sempurna.
Kemudian mereka berciuman dengan hot pada posisi si wanita tersebut
dalam tindihan tubuh Robert. Robert begitu agresif meremas-remas dada
gadisnya itu. Gila! apa sebetulnya mau si Robert ini. Apa dia mau
membuatku cemburu melihat percintaannya dengan gadis lain? Huh tak
usahnya! Pikir Lila. Lila sudah berniat akan mematikan komputernya.
Namun ada yang membuatnya penasaran. Ia ingin melihat apa yang
diandalkan oleh pemuda itu sampai-sampai begitu pede-nya mempertontonkan
kemesraannya. Adegan demi adegan mengalir perlahan. Mungkin agak
membosankan bagi Lila menonton setiap tahab Foreplay yang dilakukan
Robert terhadap gadisnya itu. Apalagi ia tak dapat menangkap pembicaraan
mereka disebabkan kualitas audio rekaman yang buruk. Lila menilai
Robert tak se’lihai’ Alfi dan kalah dalam banyak hal. Terutama saat
pemuda itu mulai mengeluarkan ‘senjata’-nya.
“Hmm lumayanlah!” bisiknya geli sendiri memandang batang kemaluan
milik Robert. Ia menaksir paling banter panjangnya hanya delapan belas
senti-an. Meski Robert memiliki darah bule namun miliknya tidak ada
apa-apanya jika dibandingkan dengan milik Alfi.
Teringat akan Alfi entah kenapa belahan vaginanya segera membasah dengan sendirinya.
“Fii dimana kamu, kok belum pulang-pulang sih?” gumamnya sambil melirik ke arah jam.
Lima menit berlalu. Anehnya Robert tak juga kunjung melakukan
penetrasi terhadap kekasihnya itu. Lila heran buat apa pemuda itu
berlama-lama melakukan pemanasan padahal gadis itu terlihat sudah siap
buat dimasuki. Tiba-tiba saja Lila terperanjat menyaksikan adegan yang
terjadi selanjutnya. Pada layar terlihat Robert beranjak dari kasur
meninggalkan gadis itu dalam keadaan ‘trace’. Lalu… nampak muncul
seseorang berkulit gelap entah dari mana datangnya yang tanpa ba-bi-bu
langsung mengambil posisi diantara kedua paha gadis itu. Lila dapat
melihat orang tersebut adalah seorang anak kecil berperawakan mirip
dengan Alfi. Bertubuh kecil kurus berkulit hitam legam dan memiliki
sesuatu yang menggantung besar dan panjang pada selangkangannya.
“Ohhh A..paa..yang terja..dii?” ujar Lila hampir-hampir tak percaya dengan apa yang ia saksikan itu.
Jantungnya berdetak kencang dan naluri keintimannya melonjak cepat.
Terlihat kamera yang tadinya dalam posisi diam sejak tadi, kini nampak
bergerak karena seseorang telah memegangnya. Perlahan kamera itu
mendekat ke arah gadis dan bocah tersebut. Ternyata Robert bertindak
sebagai juru kamera dan berniat mengambil gambar adegan secara close-up.
Kini Lila dapat melihat adegan yang luar biasa di situ. Penis hitam
anak itu di gosok-gosokan dari atas dan ke bawah pada permukaan vagina
si gadis yang sudah sangat basah. Lalu ujung penis itu membelah bibir
vagina gadis itu dan perlahan masuk hingga terbenam seluruhnya. Kini
hanya tersisa biji testisnya menutupi engle kamera. Lalu yang terjadi
selanjutnya membuat jantung Lila semakin cepat berdetak. Pantat anak itu
mengocok cepat bagai sebuah mesin menghajar vagina gadis itu. Lila-pun
kini dapat mendengar suara si gadis dengan lebih jelas, jeritan
kenikmatannya membaur dengan ucapan-ucapan dalam bahasa yang asing dan
tak di mengerti oleh Lila.
Bukan Jepang ataupun China. Entahlah Lila tak tahu. Beberapa kali
kamera berpindah-pindah tempat. Terkadang yang di sorot adalah bagian
atas dimana terlihat ekspresi wajah sang gadis yang sedang ‘trace’ dalam
kenikmatan. Sesekali ia saling melumat bibir dengan si pejantan muda
itu. Lalu kamera kembali pindah dan mengambil posisi di antara kedua
pasang kaki kedua insan yang sedang memacu kenikmatan dengan gairah
tinggi tersebut. Lila memandang setiap adegan demi adegan di layar
monitor tanpa berkedip. Dengan penuh kegelisahan melanda sanubari
kewanitaannya. Jemari tangan kanannya meninggalkan mouse dan naik
perlahan ke arah payudara kirinya lalu secara naluriah mulai meremas
lembut miliknya yang selalu menjadi tempat menyusu bagi si Alfi selama
ini. Sementara tangan kirinyapun bergerak turun ke arah bagian
kewanitaannya dan jemarinya mulai membelai-belai bagian yang masih
tertutup oleh celana pendeknya itu.
Lima belas menit kembali berlalu. Terlihat kocokan penis anak itu
semakin cepat diiringi oleh pekikak-pekikan silih berganti dari keduanya
lalu diakhiri sebuah hujaman jauh kedalam vagina gadis itu. Beberapa
kali anak itu mengulangi hujaman jauh itu sebelum akhirnya semua
gerakannya betul-betul berhenti. Lila menduga keduanya telah memperoleh
orgasme secara berbarengan. Dan…gadis itu… membiarkan bocah itu
berejakulasi secara internal di dalam vaginanya. Karena kemudian nampak
begitu banyak lendir bercampur dengan buih-buih putih meluber keluar di
antara tautan kemaluan mereka. Lama posisi diam itu bertahan hingga
akhirnya penis anak itu perlahan di cabut keluar. Adegan selanjutnya
terlihat salah satu tangan Robert menjulur lalu dengan jemarinya ia
membuka belahan basah itu sehingga menampakan genangan sperma kental
bocah tadi di dalam vagina gadisnya. Lalu kamera bergerak ke atas
menyorot wajah bocah tadi yang terlihat puas sambil cengengesan. Lalu
beralih ke arah penisnya yang berlumuran lendir dan telah meruncing
karena kulit kulupnya menguncup menutupi semua glansnya. Terakhir Robert
mensyut wajah gadisnya yang sedang terpejam meresapi sisa-sisa
kenikmatan dari persetubuhan yang baru berakhir itu. Barulah Lila dapat
memperhatikan secara jelas wajah gadis itu yang memang sangat cantik
“Bianca…คุณสำเร็จความใคร่?”Terdengar suara Robert memanggil namanya
berulang-ulang kemudian berbicara dalam bahasa yang tak juga dimengerti
Lila.
Terlihat gadis yang dipanggil Bianca itu mengangguk lemah sambil tersenyum.
“กระดอใหญ่” bisiknya di sela-sela napasnya yang masih memburu.
Hingga akhirnya adegan tersebut berakhir. Lila masih terpana di depan
layar monitor. Ia benar-benar tak menyangka Robert ternyata mempunyai
pengalaman liar seperti yang baru saja ia saksikan barusan. Dan Lila
merasakann celana pendeknya sudah demikian basahnya oleh rembesan cairan
dari dalam bagian kewanitaannya.
“Kak Lilaaa…..Alfi pulangg!” tiba-tiba terdengar suara Alfi yang baru pulang. Lila bergegas mematikan komputernya.
“Fihhh..ohhh… kok kamu baru pulang sayangg?” Ujar Lila dengan suara
terdengar sengau karena nafsu birahi sedang memuncak menguasai dirinya
akibat menonton adegan dalam video tadi.
“Iya tadi Alfi diminta beres-beres di perpustakaan dulu sama Pak
guru. Alfi mandi dulu ya kak” ujar Alfi yang baru pulang dari sekolah
langsung mandi buat membersihkan badan. Ketika ia keluar dari kamar
mandi ia sudah ditunggu oleh Lila di atas tempat tidur dalam keadaan
polos.
“Fi kakak mau sekarang sayang” pinta Lila tak sabar. Gairahnya sudah
tak tertahankan lagi dan butuh penuntasan dari kekasih kecilnya ini.
“Kakak sudah basah sekali?” ujar Alfi heran memperhatikan bibir vagina Lila yang blepotan cairan bening.
“Engg..Alfiiii” rengek Lila makin tak sabaran karena Alfi tak segera
menghujamkan daging cintanya yang gemuk itu ke dalam vaginanya.
Clepp….
“Ouhggggg…sayangggg”pekik Lila begitu penis Alfi menyesaki seluruh
liang senggamanya hingga ujungnya yang kulup itu mendesak dasar
vaginanya.
Lila langsung mencengram bongkahan pantatnya dengan kesepuluh kukunya
dan isyarat tersebut dapat dimengerti oleh Alfi. Lalu Ia menghentakan
kemaluannya dengan kuat dan cepat. Cukup dua menit bagi Alfi untuk
membuat Lila mencapai orgasme yang sangat kuat. Tubuh sintal cantik itu
melengkung mendekap erat tubuh kecil Alfi yang berkulit hitam kesat.
Vaginanya berkontraksi kuat meremas setiap mili penis Alfi yang mendekam
di dalamnya. Fase kenikmatan itu berlangsung hingga beberapa detik.
“Kakak? semangat sekali?” ujar Alfi masih agak binggung melihat
gairah Lila yang begitu meledak-ledak dan cenderung liar sore ini.
“Fi…. lagiiii” rengek gadis itu. Dan Alfipun kembali menggumulinya
untuk memberinya kepuasan tanpa henti hingga hari menjelang malam.
************************
Di sebuah taman kota yang dipenuhi oleh tanaman asri tak jauh dari
klinik tempat Lila bekerja. Nampak Lila sedang duduk di sebuah bangku
sambil sesekali melirik ke arah arlojinya. Saat ini angka pada arlojinya
menunjukan tepat pukul dua belas waktunya istirahat bagi para pekerja
kantoran. Perlahan taman itu mulai di datangi oleh beberapa karyawan
dari kantor di sekitar taman itu buat makan siang bagi yang membawa
bekal sendiri sambil melepas ketegangan akibat pekerjaan mereka. Memang
taman itu sengaja di bangun secara patungan oleh beberapa perusahaan di
sana sebagai tempat repressing bagi karyawan mereka. Sekian lama
menunggu Lila melihat Robert berjalan menuju ke arahnya.
“Terima kasih telah mau menemuiku La” ujar Robert lalu duduk pada ujung yang lain dari bangku panjang yang di duduki Lila.
“Ini… Kukembalikan lagi padamu” ujar Lila menyodorkan CD kepada Robert. Pemuda itu dengan agak sungkan menerimanya.
“Seharusnya benda ini kau simpan agar kau punya bukti yang lebih kuat bila aku berani berbuat macam-macam padamu.”
“Tidak perlu. Aku sudah bisa percaya jika kau tidak punya maksud buruk kepadaku”
“Terima kasih telah mempercayaiku, La”
“Apakah kau berharap aku akan merubah pendirianku setelah mengetahui hal tentang dirimu?”
“Bagiku itu soal kedua apakah kau akan menerima cintaku atau tidak.
Paling tidak kita bisa mengenal lebih jauh pribadi masing-masing
sehingga aku masih mempunyai harapan oleh karena hal tersebut.”
Lila teringat sikapnya dulu yang sangat keterlaluan pada pemuda ini.
“Mengapa kau tak menikahi gadis yang ada di dalam CD itu saja?,
kulihat ia begitu cantik dan setidaknya kalian sudah saling mengenal
satu sama lain”
“Kejadian di dalam CD Itu terjadi saat aku mengambil study
lanjutan-ku di Canada. Nama gadis itu Bianca, seorang gadis blasteran
Thailand dan Italy. Kami berkenalan di Collage tempat aku menyelesaikan
spesialistku.Hubungan cinta kami sudah berjalan selama tiga tahun
sebelum akhirnya kami memutuskan bertunangan dan merencanakan untuk
menikah setelah aku di wisuda. Sejak lama Bianca memang meyukai
petualangan cinta dengan beberapa pria kasar termasuk dengan anak-anak
dan aku-pun tak pernah keberatan dengan perilakunya itu. Aku justru
sangat terobsesi oleh hal itu. Untuk memenuhi hasrat seks-nya yang
menggebu-gebu kami sering bertualang ke sana-kemari. Hingga pada suatu
ketika di saat liburan, petualangan kami membawa kami ke Thailand tempat
ibunya berasal. Tak sulit bagi kami menemukan seorang gigolo seusia
Alfi di sana. Para Pimp atau germo di sana harus selalu siap yang
menyediakan kebutuhan para turis-turis asing yang aneh-aneh. Mulai dari
yang penyuka seks anak bahkan dengan seekor binatang terlatih sekalipun.
Bahkan di beberapa tempat ada yang menawarkan paket keintiman selama
satu bulan hingga tak jarang para pria asing harus pulang ke negaranya
dengan istri dalam keadaan bunting. Bianca mempunyai seorang kekasih
kecil bernama Amnuay, ia yang kau saksikan di dalam video itu. Amnuay
adalah anak seorang nelayan miskin di pesisir Phang Nga.” ujar Robert
panjang lebar menceritakan kisah cintanya.
“Lantas apa yang terjadi pada hubungan kalian?”
Robert terlihat menghela napas dalam sebelum menjawab pertanyaan Lila.
“Satu bulan menjelang pernikahan kami,… sebuah kecelakan mobil
merenggut nyawanya. Bersamanya ikut Amnuay yang juga ikut tewas dalam
kejadian tragis tersebut. Kala itu Bianca hendak menjemput aku di
Bandara Internasional. Yang rencananya kami akan bersenang-senang
bertiga di sebuah pantai di Phuket.”
“A..kuu turut berduka Robb” ujar Lila.
“Tiga tahun lebih aku dilanda rasa sepi dan kesedihan. Jelas sulit
bagiku menemukan pengganti Bianca. Mungkin orang lain akan jijik melihat
perbuatan kami itu, namun tidak bagimu La. Entah mengapa sejak awal
berkenalan denganmu aku seakan melihat diri Bianca pada dirimu. Dan
bertambah yakin jika naluriku memang tak salah pilih setelah mengetahui
hubunganmu dengan Alfi”
“Tapi aku bukan Bianca Bert. Aku dan Alfi saling mencintai dan tak mungkin lagi berpisah. Bahkan akupun sedang hamil saat ini ”
“Aku tak keberatan berada di atara cintamu dan Alfi seperti halnya
saat aku berada diantara cinta Bianca dan Amnuay, La. Dan perlu kau
ketahui saat meninggal Bianca sedang hamil dua bulan dan aku yakin
sekali itu adalah anak si Amnuay sebab hanya pemuda itu yang Bianca
ijinkan menidurinya tanpa mempergunakan kondom. Meski demikian aku tak
pernah mempermasalahkan janin di rahim Bianca berasal dariku atau
Amnuay ”
“Entahlah Bert, aku tak dapat memberimu jawaban sekarang. Namun aku
ingin kau tak kecewa bila saatnya nanti jawabanku tetap sama.”
“Tak mengapa La, Aku siap menerima kemungkinan terburuk sekalipun.
Paling tidak saat ini aku bisa menjadi sahabat kalian berdua.
Aihhh….Seandaianya saja …”
“A..pa?.”
“Ya Seandainya pada waktu itu akulah yang berusaha menolongmu dari kekejian Erik bukan Alfi” ujar Robert berandai-andai
“K..kau juga tahu akan kejadian itu?”
“Kejadian tersebut cukup menghebohkan buat ukuran sebuah kota kecil
seperti kota H. Dan aku kebetulan membaca artikelnya dari surat kabar
saat aku mengunjungi ibuku di sana” jelas Robert.
“Oh begitu…” gumam Lila singkat. Ia merasa sudah sangat jarang
berdialog sedemikian panjang dengan seorang pria. Apalagi yang mereka
bicarakan bukanlah sebuah topic yang berhubungan dengan pekerjaan.
Ada perasaan nyaman saat berbicara dengan pemuda yang satu ini.
Lilapun lega karena pemuda itu mau menjaga rahasianya bersama Alfi.
Sungguh di luar dugaannya ternyata Robert adalah sosok yang sangat tegar
dan berbudi. Muncul kekaguman Lila pada pemuda ini.
“Oya La, sebaiknya besok kau masuk bekerja seperti biasa agar tak
menimbulkan pertanyaan bagi staf lain di sana. Aku berjanji akan
memulihkan nama baikmu akibat omonganku di sana. Lalu kita pikirkan cara
lain buat mengatasi masalah kehamilanmu” ujar Robert tulus. Lila tahu
itu. Secara naluriah ia dapat menangkap ketulusan dari ucapan Robert.
Sungguh berbeda sekali sifat pemuda ini dibandingkan dengan Erik pikir
Lila.
“Baiklah” ujar gadis itu setelah yakin atas niat baik dari Robert padanya.
“Eng ngomong-ngomong kita makan siang saja dulu”ujar Robert setelah permasalahan di antara mereka sudah beres.
“Hei….kau?”
“Aduhhh….La jangan curiga duluu….masa kau tak mendengar bunyi
keroncongan dari perutku sejak tadi, terserah mau ikut atau tidak yang
jelas aku pinjam uangmu dulu karena dompetku tertinggal di klinik hanya
buat beli semangkuk bakso di seberang jalan sana …ayo cepat
cacing-cacing di perutku sudah tak sabaran” ujar Robert menjulurkan
tangan agar Lila segera mengeluarkan uang dari dompetnya.
“Kau tidak takut sakit perut makan sembarangan seperti itu?” tanya
Lila sambil menyodorkan pecahan uang lima puluh ribuan keada Robert
“Ketimbang aku pingsan karena kelaparan dan dituduh mau merayu anak gadis orang”
“Bi…ar kita makan saja di resto saja. Kurasa aku juga sudah lapar”
ujar Lila agak terbata-bata menarik kembali uang yang disodorkannya
barusan dan urung memberikannya pada Robert
“Nah, begitu dong! Aku mau padang-an yang di pojok itu La”
Robert agak berlari ke arah ujung jalan sambil tertawa girang
sehingga Lila terpaksa mengayunkan langkahnya agak cepat agar dapat
menyusul pemuda itu.
“Bert…jangan terlalu cepat”
******************
Satu minggu berjalan. Hubungan Lila dan Robert semakin membaik dan
akrab. Meski demikian Lila tak pernah memberi kesempatan pada pemuda itu
buat melakukan pendekatan lebih dari sekedar teman. Tapi Alfi melihat
perubahan besar pada diri Lila. Lila terlihat sering tersenyum-senyum
sendiri sambil berulang-ulang membaca sms dari Robert bila sedang di
rumah.
“Kak apakah kakak suka pada kak Robert?” Tanya Alfi pada Lila pada suatu hari.
“Eng kok kamu nanya gitu sih Fi”
“Kakak belum jawab lagi”
“Idihh amit-amit ngga la ya” ujar Lila namun wajahnya bersemu merah saat mengatakan itu.”Emang aku terlihat suka padanya Fi?”
“Iya kak buktinya kakak suka banget baca sms kak Robert. Bahkan
sampai bermenit-menit diplototin padahal itukan sms yang kemarin-kemarin
kan?”
Wajah Lila bertambah merah karena malu karena tebakan Alfi mengena.
“Ngga ah. Kakak cuma sayang sama kamu”
“Kakak ngga bisa bohong kalau kakak suka sama kak Robert”
“Kamu cemburu ya Fi?”ujar Lila berusaha mengalihkan topic pembicaraan.
“Ngga kok kak. Alfi malah senang bila kak Lila bisa menikah sama kak
Robert. Dia itu sangat baik dan pantas menerima cinta kakak”
“Kamu mengatakan itu bukan karena kamu mau ingkar janji kan Fi?”
“Ngga kak Sampai kapanpun Alfi siap bertanggung jawab. Tapi Alfi juga
siap mengalah demi kebahagian kakak bila telah datang pasangan yang
sepadan buat kakak”
“Kamu bisa saja Fi. Kakak cuma ingin kamu yang jadi suami kakak.
Kakak tak ingin berspekulasi menerima cinta Robert. Belum tentu ia
sepenuhnya menyukaiku apalagi ia sudah tahu semua latar belakang kakak”
Alfi menghela napas. Percuma saat ini membujuk Lila. Ia harus memikirkan jalan lain buat membahagiakan Lila.
****************************
Malam itu di rumah Didiet diadakan pesta kecil menyambut kehamilan
Sandra. Pasangan tersebut demikian gembiranya. Banyak tamu yang hadir
yang rata-rata adalah teman-teman sekantor Didiet dan Sandra. Karena
ruangan dalam rumah tidak cukup buat menampung semua tamu maka Didiet
sengaja memasang beberapa meja di halaman depan dan belakang rumah
mereka. Nampak hadir pula Niken dan Donnie di sana. Sementara terlihat
Nadine sedang menyusui bayinya. Sementara si Alfi asyik ngobrol dengan
Dian di depan televise. Lila baru datang sendirian dan langsung di
sambut oleh Sandra.
“Sand, selamat ya” ujar Lila memberi kecupan di pipi Sandra.
“Ma kasih La. sudah datang”
“Apakah aku terlambat Sand” ujarnya
“Tidak juga La. kami baru mau mulai kok, ayo masuk bergabung dengan yang lain”
“Maaf seharusnya aku meminta izinmu terlebih dahulu, Aku tadi mengajak serta seorang teman datang kemari”
“O tentu aku tak keberatan La. Tapi mana dia?”
“kami memang tak datang bersama namun janjian bertemu disini”
“jika demikian aku ingin menyiapkan tempat satu orang lagi di meja makan buat wanita temanmu itu”
“Eng Sand, temanku itu seorang ..lelaki”
“Wah ini baru berita baik, nampaknya si Alfi punya saingan nih”
“Tidak seperti yang kau pikirkan Sand, hubunganku dan Robert tak lebih dari sekedar hanya teman baik”
“Robert? Nama pria yang beruntung itu? Hati-hati dengan perkataan
kita sendiri La. Terkadang banyak hal luar biasa dan tak terduga terjadi
di luar perkiraan kita sebelumnya”
Lila tercenung mendengar ucapan Sandra tersebut. Memang banyak
peristiwa yang terjadi menghampiri hidupnya selama ini. Siapa sangka ia
bakal kepincut pada sosok seperti Alfi. Padahal jika dipikir-pikir
betul dengan akal sehat rasa-rasanya tak mungkin seorang wanita cantik
berpendidikan dan berkarir baik sepertinya menyerahkan tubuhnya
bulat-bulat dan takluk dalam kehangatan ragawi pada bocah ABG seperti
Alfi.
Sandra lalu kembali ke dalam dapur membantu Niken mempersiapkan
jamuan makan malam. Sementara Didiet terlihat sibuk membawa buah-buahan
yang barusan ia beli dari supermarket.
“La ada hal yang ingin kutanyakan padamu” ujar Donnie tiba-tiba menghampirinya.
“Ya Don ada apa?”
“Eng begini sudah satu minggu ini Niken selalu uring-uringan. Aku
binggung semua yang kulakukan selalu salah. Seperti pakai parfum salah!
Ngga pakai parfum dia bilang bau! Apakah ini ada kaitannya dengan
kehamilannya yang sudah memasuki masa-masa melahirkan?” ujar Donnie
binggung.
“Oo. Itu akibat keseimbang hormonnya terganggu sehingga mempengaruhi
psikologisnya. Bisa saja ia merasa kuatir jika setelah bayinya lahir
perhatianmu menjadi berkurang padanya. Kau tak usah terlalu kuatir akan
hal itu. Berikan saja lebih banyak waktu dan perhatian padanya agar ia
merasa lebih nyaman dan katakan bahwa kau ada selalu di sisinya sampai
kapanpun” jelas Lila tersenyum geli karena ia merasa iapun akan
mengalami fase seperti itu nantinya.
“Yah ..ya.. aku memang terlalu sibuk selama dua minggu belakangan ini akibat menumpuknya pekerjaan di kantor”
“Ada persoalan lain yang ingin kau tanyakan? Mumpung Niken sedang sibuk di dalam”
“Tidak ada La,. Terima kasih atas penjelasan dan saranmu”
“Jangan sungkan-sungkan buat bertanya padaku Don. Bagiku Niken tak
hanya merupakan sahabat baikku ia juga sudah seperti saudara kandung
bagiku”
“Ya aku tahu itu. Eh.. sepertinya Niken butuh bantuanmu La” ujar Donnie menunjuk ke arah istrinya.
Tanpa mereka berdua sadari Robert memperhatikan pembicaraan mereka
yang akrab itu. Pemuda itu baru saja datang namun tak ingin mengganggu
pembicaraan mereka. Untuk sementara ia berdiri menunggu hingga mereka
selesai. Tapi Lila kebetulan tak melihat kehadirannya dan malah masuk ke
arah dalam rumah. Robert-pun jadi celingukan sendiri karena tak ada
yang ia kenal di acara itu selain Alfi dan Lila. Hingga seseorang
menepuk punggungnya. Iapun menoleh.
“Eh ternyata kamu Fi”
“Kenapa berdiri saja di luar kak, ayo masuk”
“Sebentar Fi, aku mau Tanya siapa pemuda yang bersama Lila itu”
“O itu kak Donnie dia ..calon suaminya kak Lila” ujar Alfi cepat dan enteng mengucapkan itu.
“Hah?! calon su..ami Lila Fi? Ka..muu sedang bercanda kan Fi”ujar Robert terlonjak kaget.
“Tidak kak, Alfi mengatakan hal yang sebenarnya. Lamarannya sudah
diterima oleh ibu kak Lila tadi siang dan bahkan sebentar lagi akan
diumumkan sekalian di acara ini”
Robert lemas mendengar penuturan Alfi barusan. Ia percaya pada
penuturan anak itu. Mengapa Lila tak pernah memberi tahunya mengenai hal
ini?. Pantas saja Lila tak pernah membalas perhatiannya ternyata ia
telah menemukan tambatan hatinya. Seorang pemuda tampan dan gagah.
Sia-sia saja penantiannya selama ini. Hatinya terasa begitu perih
menghimpit dadanya.
“Fi… kakak sebaiknya pulang saja” ujarnya lirih. Buat apa ia
berlama-lama di situ. ia justru kuatir malah akan merusak acara orang
lain. Jelas ia tak mungkin sanggup melihat Lila bersanding dengan orang
lain di hadapannya. Dadanya begitu sesak oleh kesedihan yang sama
seperti saat ia kehilangan Bianca dulu. Dua kali terpuruk oleh cinta
membuat Robert benar-benar terpukul.
“Loh ngga tunggu sampai acaranya selesai kak atau paling tidak memberi selamat pada kak Lila?” ujar Alfi tak berperasaan.
“Sampaikan saja salam dan permintaan maafku pada Lila Fi.” ucapnya nyaris tak terdengar.
Mana mungkin ia mengucapkan kalimat itu langsung pada Lila. Ia tak
setegar itu. Perlahan ia melangkah gontai menjauh dari kerumunan orang.
Lalu menuju ke arah mobil yang diparkir agak jauh. Alfi sebenarnya tak
tega menghancurkan hati Robert namun sepertinya ia memiliki sebuah
rencana dengan mengatakan itu. Setelah Robert pergi, nampak Lila keluar
melongok ke kanan dan ke kiri ke arah kerumunan para tamu di halaman
depan.
“Fi apakah kamu lihat Robert datang kemari?”
“Ia kak tapi cuma sebentar dan langsung ia pulang”
“Loh kenapa?”
“Ngga tahu. Barangkali saja ada sesuatu yang tertinggal?” ujar Alfi sambil mengangkat bahunya.
Duh… ngapain dia pergi sebelum menemui aku pikir Lila sebal. Padahal
ia berharap sekali Robert bisa ia perkenalkan dengan para sahabatnya di
sini. Alfi melihat wajah Lila yang cemberut. Tapi Ia tahu Lila tak
mungkin menelpon Robert karena gengsinya yang terlalu tinggi.
***************************
Sudah satu minggu sejak malam itu Robert tak pernah terlihat muncul
di Klinik. Bahkan tak pernah lagi ia menelpon Lila. Bahkan mengirim
sms-pun tidak. Padahal biasanya setiap hari ia rajin menelponnya walau
hanya sekedar buat mengatakan hal-hal yang sepele. Apakah Robert sakit?
pikir Lila. Entah kenapa ia malah memikirkan pemuda itu. Ia justru rindu
akan ‘gangguan-gangguan’ yang kerap Robert buat selama ini. Namun
egonya terlalu tinggi buat menelpon balik atau menanyakan ke perawat di
situ. Tapi semakin ia berusaha tak memikirkan pemuda itu ia semakin
sering melihat bayangan Robert melintas di dalam pikirannya. Lila tak
tahu apakah ia sebenarnya telah jatuh hati pada Robert meski ia berusaha
menyangkalnya. Perasaan ini sungguh berbeda dengan perasaannya terhadap
Alfi. Ia sebenarnya tak yakin perasaannya terhadap Alfi adalah cinta
sejati wanita terhadap seorang pria. Alfi muncul ditengah-tengah
kekecewaannya selama bertahun-tahun terhadap penghianatan Erik. Hingga
tanpa sengaja suatu pristiwa menyeret ia dan Alfi dalam pertualangan
seks yang membara tanpa akhir. Memang Alfi-lah yang pertama membuatnya
merasa membutuhkan kehadiran seorang lelaki bagi dirinya. Namun berjalan
waktu ia sadar cinta tak sesederhana itu. Cinta tak hanya melulu seks
walau pada kenyataannya seks dapat membuat cinta berantakan seperti
halnya yang hampir terjadi pada sahabatnya Niken dan suaminya Donnie. Ia
tak dapat mencegah cintanya terhadap Robert mengalir ke dalam
sanubarinya. Dan kini setelah pemuda itu tak menghubunginya maka timbul
rasa kehilangannya. Apakah Robert sudah bosan mengejar-ngejar dirinya
atau jangan-jangan pemuda itu sudah menemukan wanita lain dan mulai
melupakannya. Entah mengapa tiba-tiba saja pertanyaan itu muncul di
dalam hatinya dan ia merasa setitik kecemburuan melanda hatinya ketika
membayangkan Robert bersama dengan wanita lain. Kini rasa rindu tadi
membaur dengan rasa kekuatiran. Lila benar-benar gelisah hari itu.
Konsentrasinya menangani pasien menjadi terganggu oleh hal ini.
Akhirnya ia tak dapat menahan hasratnya buat mencari tahu keberadaan
pemuda itu. Lila berpikir sebaiknya ia menanyakan hal tersebut langsung
pada bu Helen ketimbang pada staf di sana. Awalnya ia ragu untuk
mengetuk pintu ruangan bu Helen.
“Ma..suukk hk..hk” suara wanita itu terdengar begitu sengau.
Lila masuk ke dalam namun heran melihat ke dua mata Bu Helen yang basah oleh air mata.
“Apa yang terjadi bu?”
“Robbie nak…ia berangkat ke Somalia. Tanpa sepengetahuan aku dan
ibunya ia mengajukan diri ke badan kesehatan PBB buat mengikuti misi
kemanusiaan Hu huuu”jelas wanita tua itu dengan tersedu-sedu.
Somalia?…bukankah ini daerah yang masih dipenuhi oleh konflik antar
etnis yang tak selesai-selesai hingga sekarang? Mengapa Robert mau
mendatangi Negara yang memiliki pemerintahan kacau seperti ini?
bagaimana dengan jaminan keselamatannya saat berada di pelosok-pelosok
pedalaman benua Africa itu? Mengapa Robert sengaja membuang dirinya ke
arena pembantaian manusi dimana anak-anak kecil dengan bebas memanggul
senjata api di Negara itu.
“Anak itu sepertinya sudah lelah dan putus asa dalam mengejar cintamu
yang tak kunjung ia dapatkan.Tak ada yang bisa mencegah ia pergi.
Hatiku benar-benar sedih…mengapa ini harus terjadi pada satu-satunya
lelaki keturunan keluarga kami”
“Di..mana Robbie sekarang bu?”
“Terlambat buat mencegahnya La, kupikir setengah jam lagi pesawatnya sudah take off hu hu hu”
Lila bergegas keluar dari ruangan. Beberapa perawat di sana
terbengong melihat dokter cantik itu begitu tergesa-gesa sekali berlari
menuruni anak tangga. Saat di depan Klinik ia melihat Alfi yang baru
datang menjemputnya.
“Fi ikut kakak sekarang” ujarnya menarik tangan Alfi ke arah di mana mobilnya sedang parkir.
“Kemana kita kak? Kok terburu-buru sekali?”
“Ke bandara Fi. Kita harus menyusul Robert sebelum pesawatnya berangkat”
Sesampai di tempat parkiran, Lila menjadi kesal bukan main ternyata
ia tak mungkin dapat mempergunakan mobilnya karena ada beberapa mobil
lain yang sedang parkir dan menghalangi.
“Aduhhhhh….bagaimana ini?”ujar Lila kasar bercampur panik
“Pakai taxi saja kak” ujar Alfi.
“Ya betul Fi” mereka berlari ke pinggir jalan raya dan menghentikan sebuah taxi kosong yang sedang lewat.
“Pak cepat ya! ke bandara” ujarnya pada si sopir taxi.
Sepanjang perjalanan menuju bandara Lila hanya diam dan tak
berkata-kata. sementara air mata meleleh dari pelupuk matanya.
Berkali-kali ia melihat ke jam tangannya dengan penuh kegelisahan. Hal
tersebut tak luput dari penglihatan Alfi. Namun herannya bocah itu malah
tersenyum-senyum sendiri. Taxi yang membawa mereka meluncur dengan
cepat hingga tak terasa dalam waktu dua puluh lima menit merekapun
sampai di tempat tujuan. Sesampai di Bandara Lila langsung berlari ke
arah dalam bagian keberangkatan namun ia di cegah oleh petugas karena
tak dapat menunjukan tiket atau boarding pas.
“Paaak tolong izinkan saya masuk, saya mohoon” ujarnya memelas
“Siapa yang ibu cari? Kemana tujuannya?”
“Su..ami saya pak. Dia mau ke Afrika”
“Waduhh…telat ibu. Lima menit yang lalu para penumpang sudah naik ke pesawat”
Lemaslah Lila mendengar penjelasan petugas itu. Apakah hal ini memang
sudah nasibnya selalu gagal menggapai cintanya Lila tak tahu. Namun
hatinya begitu perih oleh kesedihan. Kesedihan kali ini bahkan lebih
menyakitkan ketimbang saat ia ditinggalkan oleh Erik dulu.
“Tunggu dulu…Apakah bapak itu yang sedang ibu cari? Penumpang yang
satu itu belum naik ke pesawat karena tidak memiliki boarding pass, yang
katanya tercecer di toilet” ujar petugas tersebut menambahkan.
Benar saja Lila melihat Robert bersama-sama beberapa orang petugas
kebersihan bandara sedang mondar-mandir di sekitar WC bandara. Jantung
Lila berdetak kencang. Tapi ia menoleh terlebih dahulu ke arah Alfi.
“Susul dia cepat kak, Alfi rela mengalah demi kebahagiaan kakak” ujar Alfi tersenyum.
Lila berlari ke arah kerumunan orang-orang tersebut. Tak ada dapat
mencegahnya lagi. ia telah yakin dengan keputusannya saat ini.
“Bert!!..”pekiknya
Robert menoleh ke belakang. Meski terkejut, wajahnya yang kuyu
berubah cerah di saat mendapati pujaan hatinya datang menyongsong dan
langsung memeluknya erat sekali.
“La…Kamu?” pemuda itu nampak kebinggungan bercampur bahagia.
“Kau mau mati konyol?! Kau jahaaat!! Kenapa kau meninggalkanku?!
kupikir kau sungguh-sungguh mencintaikuuu..ternyata kau sama saja dengan
pria lain huuu huu” Lila tak dapat membendung tangis dan kekesalannya
sambil memukul-mukul dada bidang pemuda itu. ia sadari rasa cinta tumbuh
di hatinya sedemikian besar terhadap pemuda ini sehingga dapat
mengalahkan rasa malu-nya, gengsi-nya yang tinggi, ego-nya yang besar
dan semua hal-hal yang menghabat curahan cintanya.
“La? a..ku tak mengerti? bukankah kau lebih memilih Donnie sebagai calon suamimu?”
“Si…apa yang mengatakan itu? Donnie kan suami sahabatku Niken.
Tu..nggu dulu!” Tangis Lila berhenti. Otaknya yang cerdas baru merasakan
ada sesuatu yang tidak beres di sini. Lila menoleh ke kanan dan kiri
mencari-cari Alfi. Tapi sepertinya anak itu sudah kabur dari sana entah
kemana. Ia yakin sekali kalau semua ini pasti adalah ulah anak itu.
“Ja..di semua itu tidak benar?” tanya Robert yang semakin bingung.
“Orang-orang mengatakan kau adalah lulusan terbaik dari universitasmu
tetapi ternyata kau begitu bodohnya sampai dikibuli oleh seorang
anak-anak. Seharusnya kau mengecek kebenarannya padaku saat itu juga”
“A..ku memang bodoh La. Aku terlanjur shok dan down ketika mendengar hal tersebut.”
“Bert jangan pergi. A..ku bersedia menjadi istrimu”
Bola mata Robert membesar mendengar sendiri permintaan tersebut meluncur dari bibir wanita pujaannya itu.
“La apakah saat ini aku tengah tak bermimpi? Be..narkah kau mau menerima aku?”
“Aku cinta padamu Bert” ujar gadis itu tanpa ragu-ragu mengucapkan cinta terlebih dahulu pada seorang pria.
“Ohhh La ..Lila sayang. Aaa..ku tak tahu harus bagaimana
mengungkapkan rasa bahagia ini” Robert begitu gembiranya seakan tak
percaya dengan kenyataan tersebut.
“Kau… tak terlihat seperti pria yang berpengalaman menyenangkan
wanita seperti di dalam rekaman videomu” ujar Lila menatap bola mata
lekat-lekat pemuda pilihan hatinya itu.
Kali ini Robert tak ragu lagi buat menerkam tubuh Lila dan
mendaratkan ciumannya pada bibir gadis itu. Ciuman penuh kerinduan dan
kasih sayang sehingga Lila sulit bernapas. Meski demikian Lila membalas
ciuman itu. Ia tak peduli mata para pengunjung bandara tertuju kepada
mereka berdua. Begitupun Lila ia benar-benar yakin Robert adalah cinta
sejati bagi dirinya.
“La, aku akan datang kepada ibumu buat melamar dirimu hari ini juga.
Lalu kita ke ibu-ku setelahnya” Ujar Robert mantab setelah ciuman mereka
terlepas.
“Oh Bert benarkah? Tapi … Ibu sudah tahu kalau aku hamil oleh perbuatan Alfi. Entah apa katanya nanti”
“Serahkan semuanya padaku, kau jangan banyak bicara saat di depan beliau”
Mereka berjalan sambil berangkulan mesra, keduanya bagai tak ingin
berjauhan lagi barang sekejapun. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat
antrian taxi . Di sana si Alfi terlihat sedang asyik melahap sepotong
donat dengan wajah belepotan coklat.
“Hai ..kak mau donat? tadi Alfi beli selusin buat kita bawa pulang” ujarnya tanpa rasa bersalah.
“Kau benar-benar keterlaluan Fi! Hampir saja aku mati konyol di
sebuah negeri antah belantah itu. Apakah kau tak berpikir akan akibat
yang bakal kau timbulkan?” ujar Robert tersenyum kecut. Akal sehatnya
menyadari kalau sebenarnya Somalia memang tempat yang sangat
mengerikan.
“He he..Sebenarnya Alfi juga tak menyangka kakak akan separah itu mau
berkumpul sama cewek-cewek Afrika. Tapi kan ngga jadi kak. Lagian kan
kakak bisa saja pulang lagi saat tiba di Singapore. Kalau tidak seperti
ini caranya bagaimana mungkin kakak berdua bersatu”
“Ternyata otakmu encer juga Fi, tapi kau tak cemburu kan aku jadi suami kak Lila-mu?”
“Kekasih Alfi kan banyak kenapa harus cemburu? He he”
“Makasih ya Fi, kamu sudah mau berkorban demi kebahagiaanku” ujar Lila yang masih mengglayut manja di dalam pelukan Robert.
“He he iya kak. Alfi juga bahagia sekali melihat kakak mendapatkan jodoh yang sepadan”ujar alfi tulus.
Dari bandara mereka langsung berangkat menuju kota H buat menemui ibu
Lila. Wanita tua itu sempat kaget bercampur bahagia mendengar Robert
akan menikahi Lila.
“Tapi mengenai kandungan Lila nak Robert”
“Maafkan saya bu. Saya memang sudah membuat susah ibu dan keluarga
selama ini. Saya sadar seharusnya memang sejak beberapa bulan yang lalu
saya bertanggung jawab agar Lila tak bertambah menderita”
“Loh jadi itu anakk..?”
“Iya bu kehamilan Lila adalah akibat perbuatan saya. Bukan Alfi seperti yang ibu duga selama ini.”
“Tet..tapi mereka sering…?” Ibu Lila masih ragu dengan penjelasan
Robert. Meskipun ia tak pernah melihat secara langsung Lila dan Alfi
melakukan kemesraan. Namun ia tahu Alfi sering berlama-lama dalam satu
kamar dengan Lila saat di kota H tempo hari.
“Lila dan Alfi sengaja berpura-pura menjalin kemesraan hanya karena Lila takut ia mempunyai bayi tanpa ayah”
“Ahhh…kalian anak-anak muda jaman sekarang memang selalu membuat
binggung orang tua saja!” ujar ibu Lila lega mengetahui ternyata Lila
putrinya memiliki pergaulan yang normal dan akhirnya Lila memenuhi
harapannya menikahi putra sahabatnya itu. Kalimat terakhir Robert itu
ternyata mampu meyakinkan ibu Lila.
“Ibumu harus segera diberi tahu berita bahagia ini nak sehingga penikahan kalian segera dapat dilangsungkan”tambahnya lagi.
“iya bu” ujar Robert sambil memandang wajah calon istrinya yang terus tersenyum dalam kebahagiaan
***************************
Tak menunda-nunda lagi dan hanya dalam waktu dua minggu Lila sudah
resmi menyandang predikat sebagai nyonya Robert. Robert menawarkan pesta
resepsi yang mewah namun Lila menolaknya dan memilih sebuah pesta
sederhana yang diadakan dirumah ibunya dengan mengundang beberapa
kerabat dekat dan tamu tertentu saja. Lila beralasan tak ingin perutnya
yang mulai membuncit terlihat oleh tamu yang hadir bila mengunakan gaun
pesta yang mewah. Lila tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.
Bibirnya selalu tersungging senyum dan tawa disepanjang acara
berlangsung. Orang-oramg yang hadir begitu kagum akan kecantikan
terpancar sempurna dari wajahnya. Lengkap sudah semua kebahagiaan yang
ia tunggu selama ini. Begitupun dengan kegelisahannya selama ini
membayangi hatinya telah sirna oleh hadirnya seorang suami yang
sesempurna Robert. Sang bunda, ibu mertuanya beserta Helen terlihat
begitu bangga dan bahagia akan pernikahan itu. Begitupun dengan Niken
sang sahabat tercintanya dan yang lainpun ikut merasa berbahagia buat
Lila. Malam pertama yang ditunggu-tunggu itu-pun akhirnya tiba.
Percintaan itu berlangsung dengan sangat panas. Robert sempat kewalahan
menghadapi gairah istri cantiknya itu yang tak kunjung usai. Ledakan
gairah berbaur dengan kasih dan cinta menjadikan sepuluh kali orgasme
tak juga meredakan Lila. Sampai-sampai Robert harus menyusupkan Alfi ke
kamar pengantin mereka buat memuaskan Lila. Anak itu awalnya menolak
karena tak mau menjadi pengganggu bagi pasangan berbahagia itu lagi
namun karena Robert memohon-mohon terpaksa ia menurutinya. Lila sempat
merasakan sakitnya percintaan di malam pertama saat Robert ‘memerawani’
anusnya. Dan di malam itu pula Lila untuk pertama kalinya ia juga
merasakan keindahan dalam himpitan dua tubuh pria yang dicintainya
secara berbeda itu.
**********************
Satu minggu kemudian
Di sebuah kamar Cottage ‘BB’ pantai Khao Lak
Propinsi Phang Nga sekitar 87 km dari Phuket, Thailand.
Pukul lima sore waktu setempat.
Saat itu Robert sedang terlentang di sebuah sofa empuk tanpa busana
alias telanjang bulat sementara jemarinya mencengram penisnya yang sudah
sangat tegang. Nampak kepala penisnya basah mengkilap oleh lendir mazi
yang memancar tiada henti dari ujung lubang kencingnya menandakan ia
sedang terangsang hebat.. Sudah satu jam-an ia menghajar penisnya tanpa
henti dengan kocokan-kocokan dan dalam kurun waktu tersebut beberapa
kali ia berhenti sejenak buat meredakan hasratnya buat berejakulasi.
Napas pemuda itu begitu memburu dan wajahnya pucat karena menahan
desakan buat berejakulasi. Permukaan penisnya sudah berwarna merah tua
ke unguan akibat dipenuhi oleh kumpulan pembuluh darah yang menegang.
Rasa gatal nikmat menjalar ke seluruh bagian alat vitalnya. Robert masih
menunggu momen yang tepat buat ia berejakulasi. Adegan demi adegan
yang mendebarkan masih terus menerus terhidang di hadapannya. Di atas
ranjang berseprey putih bersih, nampak Lila, wanita cantik yang baru ia
nikahi beberapa hari yang lalu, terlentang dalam keadaan telanjang,
merintih kenikmatan, dan segera mengalami orgasmenya, di dalam dekapan
dua orang pemuda tanggung berkulit gelap berusia sekitar lima belasan,
yang memasukan penis berukuran panjang lima belas senti milik mereka
secara bersamaan ke dalam liang senggama Lila. Bhichai si anak nelayan
asal Phang Nga itu mendekap Lila dari belakang, ia memiliki ukuran penis
sedikit lebih panjang dari temannya itu. sementara Parnchand mendekap
pinggang Lila dari depan sambil merintih–rintih keenakan. Kedua pemuda
ini baru satu jam yang lalu melepas keperjakaan mereka pada Lila
sehingga wajar saja keduanya begitu liar dan ketagihan terus-terusan
menyetubuhi Lila. Parnchand, pemuda itu bahkan tak pernah lagi menarik
lepas penisnya dari liang senggama gadis itu sehingga terjadilah
kejadian seperti saat ini. Bhincai yang memang mendapat giliran pertama
hampir menangis karena temannya itu tak memberinya kesempatan ke dua
buat memasukan penisnya lagi lalu nekat mendesakan penisnya ke liang
yang sama.
Robert puas meski harus merogoh koceknya agak dalam buat mendapatkan
pemuda sesuai dengan keinginannya. Kedua pemuda itu benar-benar tak
berpengalaman dan masih perjaka ting-ting meski demikian harga belinya
jauh lebih mahal ketimbang seorang gigolo pro yaitu sebesar 8000 Baht
atau sekitar tiga juta rupiah. Saat tiba di hotel siang tadi, kamar
mereka di datangi seorang pelayan wanita yang khusus mengurus kebutuhan
syahwat para tamu mereka. Wanita itu menyodorkan sebuah foto album
berisikan foto para gigolo yang mereka bina secara professional .
Semuanya memiliki sertifikat bebas menderita HIV. Awalnya Lila jengah
dan tak menyangka Robert memberinya kejutan besar seperti ini. Pantas
saja Robert berani mengajaknya berangkat berdua saja tanpa Alfi ikut
serta. Rupanya ia sudah merencanakan ini buatnya. Robert memang ingin
bulan madu nya bersama Lila dapat memberikan kesan yang mendalam dan tak
terlupakan bagi Lila. Tapi mengingat kandungannya sudah memasuki usia
empat bulan Lila agak takut-takut melakukan itu.
“Ibu bisa melakukan cara doggie atau gaya lain dimana kekasih pilihan
ibu berada di belakang” wanita itu berkata dalam bahasa ingris
memberikan sarannya.
“ba..gaimana inii?”Tanya Lila dengan perasan bercampur aduk antara rasa kuatir, malu dan kepingin.
“Semua terserah kamu manis, kamu mau pilih yang mana?”
Lila membolak balik halaman album sambil menggigit bibirnya.Foto
berukuran besar menampilkan pemuda remaja yang rata-rata berusia remaja
seusia Alfi dalam terlihat kondisi telanjang bulat dengan penis
mengacung. Ada beberapa yang memiliki kemaluan hampir menyamai milik
Alfi. Lila tergelitik dan menatap lama foto dua orang pemuda yang
berlebelkan tulisan ‘virgin’ di bawah fotonya.
“kamu mau dia say?”
“Enga ahh” ujar Lila malu-malu.
“Nona, saya pilih anak ini” ujar Robert pada wanita itu. “Dan…..temannya yang ini” Robert menunjuk lagi seorang pemuda lainnya.
“Robbieee?” Lila kaget melihat Robert memberinya supraise lain.
“Ngga pa pa sayang, mereka berdua toh masih perjaka. Mereka belum
tentu mampu memuaskan bila sendirian.Besok-besok aku mau kamu cobain
‘Charan’ anak yang penisnya paling gede di foto itu”
Kembali ke pada keadaan dimana Lila sedang digumuli ke dua perjaka
itu. Lila sendiri dalam keadaan melayang ke langit ke tujuh. Baru kali
ini vaginanya terasa sedemikian penuh karena harus di desaki oleh dua
buah penis sekaligus.
“Robbieeeee……Ouggggghhhh” pekik Lila sambil mendekap tubuh Parnchand
yang berada dihadapannya erat-erat. Orgasme besar melanda dirinya. semua
otot-otot panggul dan sekitarnya berkontaksi hingga kebagian dalam
liang senggamanya.
“Aoooooooo… โปรดปราน!!!!!”
Kedua pemuda itu menjerit bareng ketika cicin-cincin yang terdapat di
sepanjang liang senggama wanita cantik dipelukan mereka itu mencengkram
dan menghisap penis mereka bagai sebuah kompresor. kenikmatan menyengat
pada seluruh syaraf-syaraf yang tersebar pada batang-batang penis
mereka. Dan ketika aliran sperma menjalar di sepanjang saluran kencing
mereka tak ada kemampuan bagi mereka berdua buat menahannya. Beberapa
detik kemudian penis Parnchand lebih dahulu memuncratkan cairan
kenikmatannya lalu di susul oleh Bhichai. Pancutan demi pancutan sperma
susul menyusul memancar dari lubang pipis kedua pemuda itu. Begitu
melimpah, kental, dan lengket. Parnchand ambruk. Rasa-rasanya ia tak
mungkin punya stock sperma buat di semprotkan lagi. Ia memang paling
sering muncrat ketimbang temannya. Bhincai mendorong tubuh Parnchand ke
samping menjauh dari tubuh Lila. Namun ketika Bhincai hendak menindihnya
Lila malah bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi.
Lila tak menghiraukan keinginan anak itu buat menyetubuhinya. Nyaris
tiga jam-an dalam antrian dan kukungan kedua pejantan muda itu membuat
tubuhnya begitu penat dan terasa lengket. Lila ingin membersihkan diri
terlebih dahulu agar merasa lebih nyaman.
“Kau belum mau mengeluarkannya?” tanya Lila sambil tersenyum nakal
ketika melintasi suaminya yang belum rela membuang spermanya meski
penisnya sudah terlihat membiru keunguan.
“Aku baru akan menumpahkannya di akhir petualangan malam ini sayang”
Tanpa Lila ketahui Bhincai-pun menyusulnya masuk ke dalam kamar
mandi. Ia berdiri di samping kotak shower di mana Lila sedang asyik
mandi di bawah pancuran air shower. Gadis itu terkejut melihat
keberadaan anak itu. Anak yang satu ini belum puas pikir Lila. Ia
seperti pingin sekali segera bersetubuh lagi itu terlihat dari wajahnya
yang kampungan itu.
“Come here…” ujar Lila segaja mempergunakan bahasa ingris berharap
anak itu mengerti maksudnya sambil menarik tangan anak itu ke bawah
siraman air shower. Bhincai langsung merapatkan tubuhnya ke tubuh gadis
itu. Ia tak dapat menahan diri melihat keindahan payudara Lila yang
mengantung bagai buah melon kembar dihadapannya. Bagai seekor kalong
yang menemukan buah yang matang di pohon ia meyergap dan menghisap
daging mungil berwarna merah muda itu dengan kuat. Tubuh tinggi semampai
Lila lebih jangkung sepuluh sentian darinya sehingga Bhincai kesulitan
buat menjejalkan penisnya ke dalam belahan vagina Lila. Lila membiarkan
anak itu ‘berusaha’ sendiri buat menemukan jalan masuk ke dalam
tubuhnya. Tiga..empat lima kali ia mencoba mencobloskan ujung penisnya
yang bulat itu bahkan dengan menjinjitkan kakinya namun hasilnya tak
juga memuaskan. Sesekali ia berhasil masuk namun kembali dengan cepat
penisnya terlepas lagi karena goyangan tubuh Lila.
Lila tersenyum geli mendengar gerutu kesal yang tak dimengertinya
dari anak itu. Puas ia mengoda hasrat anak itu. Sambil bersandar pada
dinding di belakangnya ia menekuk lututnya sehingga bagian pinggulnya
perlahan merendah ke ukuran yang ideal buat bocah thai itu
mempenetrasinya.
Cleeppp!!!
“Ohhhhh… Bhincaiiii” pekik Lila Lirih. Ketika penis anak itu berhasil
bersarang dengan sempurna di dalam vaginanya. Bhincai mengocok dengan
cepat meskipun ia tak begitu merasa nyaman dengan posisi ini karena
dengkulnya sedikit gemetaran. Lila mengimbangi gerakan anak itu dengan
memutar pinggulnya bagai goyangan yang sering di pertunjukan oleh salah
seorang artis ibukota. Ternyata ada juga faedahnya gerakan tersebut bila
dipergunakan ditempat yang semestinya pikir Lila. Alhasil Bhincai-pun
menjadi melolong-lolong keenakan. Ctap!..ctap!…ctap Bhincai
menghentakkan pinggulnya lebih cepat lagi. Sesuatu yang nikmat dan sejak
tadi ia tunggu kembali mendesak untuk keluar dari ujung kemaluannya.
Lila menarik lepas mulut Bhincai dari putting payudaranya lalu
mengantinya dengan ciuman yang panas. Mata Bhincai yang terpejam sontak
terbelalak ketika Lila mengunakan seluruh kekuatan otot-otot
kemaluannya. Kenikmatan itu sudah sampai pada puncaknya dan tak dapat ia
tahan lagi.Tangan anak itu mendekap pinggang Lila erat. Bhincai
melakukan hujaman terakhir disertai dengan semburannya air kenikmatan
dari alat kelaminnya. Crott…crutttt..cruttttt, Meski ejalulasinya telah
tuntas namunBhincai masih memeluk Lila dalam keadaan berdiri. Tautan
kemaluan mereka sudah terlepas ketika Lila tak lagi bertopang pada
lututnya. Sambil membersihkan diri Lila juga membasuh penis anak itu.
menyabuninya sehingga perlahan benda yang sempat mengecil itu kembali
berdiri dengan kaku dalam remasan jemarinya. Lila sering melakukan itu
pada Alfi bila mereka mandi bersama dan setelah itu biasanya mereka
pindah ke kamar tidur dan melanjutkan persetubuhan di atas tempat tidur.
Sepertinya Lila ingin melakukan hal yang sama pada Bhincai. Ia tahu
Bhincai sudah siap buat memberinya sebuah orgasme yang kuat di atas
ranjang.
“Maaf.. bolehkah aku masuk sayang?” terdengar suara Robert yang ikut masuk kedalam kamar mandi.
“Sayanggg?…kamu mengintip kami? Dan Oh…. kamuu sudahh…” tanya Lila
setelah melihat melihat batang penis suaminya yang sudah belepotan
dengan sperma. Ini kali kedua Robert mengintip dirinya sedang bercinta
setelah kejadian bersama si Alfi di klinik tempo hari.
“Oh.. La..kamu memang istri yang aku idam-idamkan. Maafkan aku telah
lancang mengintip kalian ” ujar Ribert mengecup kening istrinya dengan
penuh kelembutan.
Ternyata Robert memang telah lama mengintip persetubuhan lanjutan
yang panas antara istrinya dan Bhincai sejak tadi. Hingga akhirnya
berejakulasi di balik pintu kamar mandi. Robert lalu nampak berbicara
pada Bhincai dalam bahasa Thai. Robert sempat mempelajari dan
menggunakan sedikit-sedikit bahasa itu sejak bergaul dengan Bianca dulu.
“Ada apa sayang?” tanya Lila melihat perubahan pada wajah anak itu yang terlihat agak kecewa.
“La, sepertinya mereka sudah harus berkemas karena ini sudah waktunya mereka pulang”
Jam sepuluh malam waktu bagi ke dua pemuda itu dijemput kembali oleh
orang yang mengantar mereka sore tadi untuk di antar pulang ke rumah
mereka masing-masing.
Robert menjelaskan jika jasa mereka tak dapat di nikmati hingga pagi
harinya meski ia mampu untuk membayarnya. Ini sudah perjanjian antara si
germo dengan orang tua mereka. Anak-anak lelaki remaja di sana harus
berada di rumah buat membantu ibu mereka memilah-milah ikan hasil
tangkapan ayah mereka keesokan paginya.
“Tapi punya Bhincai masih kaku dan sepertinya ia masih pingin lagi juga” rengek Lila
“Kita harus mentaati perjanjian dengan keluarga mereka. Lagian
otot-otot Penis muda mereka sudah kelamaan tegang La, jika kau paksakan
mereka bakal kesakitan” bujuk Robert pada istrinya yang masih dipenuhi
gairah bercinta itu.
Meski agak kecewa Lila harus melepas ke duanya pulang. Lila menolak
ketika Robert mencoba menawarkan jasa seorang pria lain yang lebih
dewasa. Ia tak ingin mengambil resiko keguguran. Bukankah masih ada hari
esok dan Toh masih ada Robert suami tercintanya yang akan mengaulinya
malam ini pikirnya.
****************************
Pukul 01.00 malam waktu setempat
Malam semakin larut Lila tak juga mampu memejamkan mata. Gairahnya
masih menggelora belum tertuntaskan oleh kejantanan Robert. Belum
apa-apa ia jadi rindu pulang. Ia rindu akan kejantanan Alfi. Hanya anak
itu yang mampu memuaskannya.
Perlahan ia bangkit dari tempat tidur. Lila pergi ke teras buat
menikmati pemandangan malam yang diterangi bulan. Tiba-tiba pandangannya
menangkap sosok seseorang yang sedang duduk di atas pasir tak jauh dari
kamarnya. Meski secara samar-samar Lila dapat mengenali orang
tersebut.
“Bhincai?” bisik Lila. Gadis itu memakai kimononya lalu turun ke
lantai bawah. Ia sengaja tak membangunkan Robert yang sedang tertidur
pulas di tempat tidur. Lalu berjalan menuju ke arah pantai.
Benar saja orang itu memang Bhincai adanya. Namun ia terlihat seperti
takut-takut saat melihat Lila. Ia baru berani mendekat setelah Lila
memberi isarat dengan tangannya. Meski agak ragu-ragu ia akhirnya datang
menghampiri Lila
“Kamu kembali lagi?”Tanya Lila padanya meski ia tak yakin anak itu mengerti apa yang ia ucapkan..
Tiba-tiba anak itu meraih tangannya dan menariknya menuju ke rerimbunan semak.
Lila tahu apa yang anak itu inginkan. Ia dapat melihat celana usang
anak itu menonjol menandakan ia sedang berereksi dengan kerasnya. Anak
ini nekat berjalan kaki menempuh jarak lima kilometer hanya buat kembali
menemuinya malam ini buat melakukan persetubuhan dengannya. Lila
menduga Bhincai tak dapat jatah yang cukup saat bersetubuh dengannya
sore tadi. Ia tahu Bhincai pasti ketagihan setengah mati pada pesona
liang vaginanya. Karena tak ingin mengecewakan harapan anak itu dan ia
sendiri memang sedang menanti seorang penjantan buat menuntaskan
gairahnya yang masih membara maka Lila menurut ketika anak itu
merebahkan dirinya di atas tanah berpasir lembut.. Ini bukan lagi sewa
menyewa. Kali ini baik Lila maupun Bhincai akan memperoleh manfaat yang
besar dari hubungan yang gratis ini!
Dengan sekali singkap kimono Lila terbuka sehingga tubuh indah itu
terlihat bercahaya di sirami oleh sinar rembulan begitupun dengan
Bhincai yang tergesa-gesa melepas kaus dan celana usangnya dan
melemparkannya jauh-jauh. Lila tahu pemuda ini sangat tidak
berpengalaman. Ia tidak seperti Alfi. Namun Lila justru menikmati
keluguan pemuda ini. Tak ada Foreplay. Bhincai langsung membenamkan
penisnya ke dalam liang cinta yang telah merengut keperjakaannya tadi
sore itu. Benda itu menancap sempurna namun masih terlalu jauh untuk
dapat menggapai dasar vagina Lila. Bagian itu hanya dapat di sentuh oleh
ujung kulup si Alfi. Bhincai terpekik tertahan ketika Lila menggunakan
kembali otot-otot kewanitaannya buat mencengkram penisnya. Penis muda
itu terhisap kencang seakan vagina itu bergerak menelannya bulat-bulat.
Nikmatnya bukan kepalang. Sensasi ini yang membuatnya ketagihan
sehingga ia ingin selalu terus mengulang-ulang merasakan persetubuhan
dengan wanita ini. Lila membiarkan anak itu mengumulinya dengan liar.
Pantat kecil bulat itu berayun-ayun ketika ia mengeluar masukkan
penisnya dengan cepat seperti sebuah piston. Satu menit berjalan anak
itu mendekap Lila erat. Penis mudanya berdenyut hebat dalam sedotan
liang senggama Lila lalu memuntahkan sperma kental.
Crott…crott..crott..crot…Bola mata Bhincai mendelik begitu ia
berejakulasi. Tubuh ramping anak itu terhentak hentakan dalam dekapan
tubuh sintal Lila hingga orgasmenya tuntas. Terbayar sudah usaha
kerasnya berletih-letih berjalan kaki dari dusunnya hingga kemari buat
mendapatkan kenikmatan dari Lila malam ini. Ia senang sekali sebab kali
ini tak ada si serakah Parnchand yang bakal mengganggunya. Ia dengan
tenang dan bebas dapat menikmati tubuh si cantik ini
sepuasmya.Wow….Bhincai….ia masih terus memompa Lila meski baru saja
berejakulasi. Penisnya masih berdiri kukuh. Anak itu memiliki gairah dan
daya tahan yang lebih kuat ketimbang temannya si Parnchand. Bhincai-pun
cepat mengerti apa yang di inginkan Lila ketika gadis itu menarik
kepalanya menuju ke arah bagian payudara. Mulutnya segera menerkam
putting susu berwarna merah dihadapannya lalu menghisapinya secara
bergantian dengan liar.
Setelah sekali berejakulasi tadi, Bhincai terlihat bisa bertahan
lebih lama. Hal tersebut akhirnya mampu membuat Lila mulai merasakan
kenikmatannya. Semakin lama kenikmatan itu semakin menyengat. Penis
ramping anak itu ternyata cukup mampu mendatangkan rasa nikmat baginya.
Dan Lagi-lagi! Bhincai terpekik lirih. Penisnya kembali tersentak dan
kali ini berbarengan dengan datangnya orgasme Lila.
“Oggghhhh… Bhincaiiiiiiiii” pekik Lila tertahan.
Orgasmenya datang bagai gelombang air pasang yang menyapu
kesadarannya. Ini sebuah orgasme yang begitu kuat meski dihasilkan oleh
sebuah penis yang tak begitu besar. Sensasi keliaran di alam terbuka
seperti ini menjadikan persetubuhan ini begitu mendebarkan yang mampu
mendorong sebuah orgasme menjadi lebih kuat dan nikmat. Bhincai baru
mereda setelah tiga kali mendapat orgasme yang kuat. Tampaknya stock
sperma yang terproduksi sejak ia mengalami puber telah habis tanpa sisa
berpindah ke dalam vagina Lila. Sementara Lila memperoleh satu kali lagi
orgasme seperti sebelumnya. Gadis itu sangat puas karena hasratnya
sudah terpenuhi oleh kehadiran anak itu. Bhincai terlihat meringis
karena merasakan sedikit nyeri mendera testisnya. Ternyata benar apa
yang Robert katakan sebelumnya. Lila baru paham anak yang baru
kehilangan keperjakaan itu seharusnya tak boleh berejakulasi sedemikian
sering pada persetubuhan perdananya. Otot-otot selangkangannya jelas
belum terbiasa terus menerus dalam ketegangan. Keduanya masih berbaring
berpelukan di atas pasir sejenak meredakan napas mereka yang
tersengal-sengal.
“Kamu bakal menjadi penjantan sejati, kelak” bisik Lila sambil mengelus kepala anak itu
Lima menit kemudian Bhincai mencabut lepas batang kemaluan yang mulai
menguncup kecil. Air maninya mengalir keluar dari vagina Lila dan
tumpah di pasir. Lalu ia mengecup ke dua pipi Lila seakan-akan
mengucapkan pamit sekaligus rasa terima kasihnya pada wanita yang telah
mengenalkannya dengan dunia kedewasaan itu. Lalu dengan agak
terpincang-pincang karena kedua dengkulnya gemetaran, ia bangkit dan
memunguti pakaiannya yang tercecer. Lila masih dapat melihat lambaian
tangan pemuda itu kepadanya sebelum akhirnya ia lenyap dari pandangannya
di tengah kegelapan malam.
Lila tersenyum-senyum sendiri merasakan pengalaman yang luar biasa
selama di negeri gajah putih ini. Ia kembali ke kamar. Kimononya jatuh
ke lantai. Setelah membersihkan diri dari butiran pasir dan sperma
Bhincai di kamar mandi, Lalu ia naik ke atas tempat tidur dan kembali
menyusupkan kepalanya di dada bidang sang suami tampannya. Tanpa sengaja
jemari tangannya menyentuh perut Robert dan menemukan begitu banyak
lendir yang lengket di situ. Dari baunya Lila sadar itu adalah cairan
sperma yang masih baru di muncratkan dan ia yakin itu bukan milik
Bhincai karena ia sudah membasuhnya hingga bersih dari tubuhnya.
Ditengah keheranannya tiba-tiba….“Cup” sebuah kecupan lembut mendarat
di keningnya. Oh…Apakah… suaminya yang gemar mengintip ini tahu apa yang
baru saja terjadi? Jika demikian pastinya sperma ini adalah milik…..
Akh…Lila tak perduli lagi. Ia kembali menutup matanya dengan sunggingan
senyum penuh kebahagiaan.
Tamat
0 comments:
Post a Comment